Lihat ke Halaman Asli

PC. PMII Jakarta Utara

media pmii jakarta utara

KOPRI PMII Untag Jakarta Laksanakan Diskusi Daring RUU PKS

Diperbarui: 4 September 2020   00:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Dalam rangka memperingati Refleksi 75th Kemerdekaan RI, Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Putri (KOPRI) Komisariat Untag menggelar acara diskusi online pada hari sabtu, 29 Agustus 2020 dengan mengusung tema "Pentingkah RUU PKS?"(Kamis 03/09/2020).  

Kasus mengenai kekerasan seksual di Indonesia tidak hentinya terjadi, banyak faktor penyebabnya dari mentalitas, adab, moral dan pendidikan anak bangsa tentang norma, nilai-nilai luhur yang kurang dan untuk itu perkuat Iman didiri anak bangsa juga harus selalu ditanamkan. Kita ketahui kekerasan seksual telah menjadi diskursus panas dalam masyarakat. 

Berbagai kasus kekerasan seksual yang terjadi khususnya terhadap perempuan membuat banyak pihak merasa bahwa Indonesia mengalami situasi darurat perlindungan seksual, terutama bagi korban kekerasan seksual. 

Kekerasan seksual terjadi secara berulang dan terus menurus, namun banyak masyarakat yang masih belum memahami dan peka tentang persoalan ini. Merujuk data dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mencatat adanya peningkatan kasus kekerasan seksual di Indonesia. 

Peningkatan kasus kekerasan seksual tersebut mencapai 100 lebih dalam setahun, jumlah terlindung akibat kasus kekerasan seksual berdasarkan jenis kelamin, sebanyak 134 laki-laki, terdiri atas 77 orang dewasa dan 57 anak-anak. Kemudian ada 373 perempuan, terdiiri atas 199 orang dewasa dan 174 anak-anak. 

Lima wilayah tertinggi terjadinya tindak pidana kekerasan seksul, yakni Jawa Barat sebanyak 100 orang, DKI Jakarta 91 Orang dan Sumatra Utara. RUU PKS ini membawa harapan besar untuk melindungi korban kekerasan seksual dan meminimalisir terjadinya kejadian serupa di masa yang akan datang. 

Dalam RUU PKS ini terdapat pembahasan mengenai hak-hak korban berupa penanganan, perlindungan, dan pemulihan. Korban yang mengalami kekerasan seksual mendapatkan hak untuk didampingi secara psikis, hukum, ekonomi, dan sosial sampai kasus yang menimpanya tuntas.

Rancangan Undang-undang tentang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS), semula direncanakan akan disahkan pada tanggal 24 September 2019, namun pada akhirnya DPR memutuskan untuk menunda pengesahannya.

RUU ini dirancang karena marak terjadinya kasus kekerasan seksual. Banyak kasus yang dilaporkan ke lembaga pelayanan, tapi tidak diproses secara hukum karena beberapa faktor. 

Salah satu faktornya adalah keterbatasan kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dalam mengatur apa yang disebut sebagai kekerasan seksual. Memang, di dalamnya mengatur perkosaan, pencabulan, pemaksaan aborsi, dan perdagangan anak. Namun, definisi dari setiap aturan sangatlah terbatas.

Mengingat pentingnya dan mendesaknya landasan hukum bagi upaya penghapusan kekerasan seksual di Indonesia, menjadikan RUU PKS menarik untuk dikaji dan dibahas agar masyarakat dapat mengetahui manfaat dari RUU PKS dalam menanggulangi tindak pidana kekerasan seksual, dan mengetahui apakah RUU PKS mampu menekan jumlah kekerasan perempuan di Indonesia. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline