Pada abad ke-19 di Amsterdam-Belanda, terdapat salah satu permainan lokal yang sangat gemar dimainkan oleh masyarakat setempat. Permainan ini di sebut "Eel Grabbing" pada saat itu, atau dikenal juga dengan nama "Palingtrekken".
Untuk memainkan permainan ini, perlu untuk melibatkan satu potongan belut yang masih hidup kemudian diikat di ujung tali yang direntangkan di atas gracht. Lalu para pemain akan mencoba menangkap belut tersebut menggunakan perahu yang melaju dibawah tali tersebut. Permainan ini juga dianggap sebagai "wreed volksvermaak" dan dilarang di Amsterdam pada abad ke-19.
Suatu hari pada tanggal 25 Juli 1886, sekelompok besar warga setempat berkumpul memainkan permainan tersebut, sementara yang lainnya menonton. Dalam permainan tersebut mereka bertaruh dan orang yang berhasil menangkap belut tersebut akan memenangkan 6 Gulden (mata uang saat itu).
Namun naas permainan tersebut tidak berlangsung lama sebab permainan sebenarnya saat itu dilarang untuk bermain, empat orang polisi dari pos terdekat menghampiri kerumunan dan membubarkan orang-orang itu, tidak sampai disitu polisi pun memasuki salah satu rumah tempat tali itu diikat dan memotongnya.
Akibat insiden tersebut, para warga di kerumunan itu pun akhirnya marah. Sesaat kemudian salah satu penonton yang marah mendekati polisi yang keluar dari rumah dan langsung memukulinya menggunakan payung.
Beberapa jam kemudian konflik itu kini berubah menjadi kerusuhan besar-besaran, polisi menggunakan tongkat pemukul memukul mundur massa yang mengamuk, sementara massa perusuh menggunakan batu dan proyektil melempar ke arah polisi. Kerusuhan terjadi hingga malam hari, pada malam inilah suhu menurun tampaknya semua akan baik-baik saja.
Namun saat fajar menyingsing, para perusuh yang sudah beristirahat segar kini kembali dengan kekuatan yang besar dan langsung menyerbu habis-habisan kantor polisi sebagai bentuk protes atas diberhentikannya aktivitas ilegal mereka. Pada titik inilah militer mulai dimobilisasi dengan jumlah besar yang akhirnya konfrontasi besar antara militer bersenjata dan perusuh tak bersenjata terjadi.
Apa selanjutnya yang terjadi tidak terlepas daripada imajinasi kita, seperti yang biasa terjadi dari sejarah ke sejarah, bagaimana hasilnya orang tak bersenjata melawan orang yang bersenjata.
Tanpa ampun para tentara menembakan senapan mereka ke arah kerumunan perusuh asap pun menyelimuti tempat itu. Ketika asap yang menyelimuti sudah hilang, ditemukanlah 26 orang perusuh yang lenyap nyawanya pada hari itu, sementara yang lainnya melarikan diri ke rumah mereka masing-masing.
Pasca kejadian itu, polisi menangkap dua ribu perusuh untuk selanjutnya diadili.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H