Lihat ke Halaman Asli

Dika Satria

Universitas Singaperbangsa Karawang

Gender Mainstreaming: Kesetaraan Gender di Lingkungan Pekerjaan EBT

Diperbarui: 16 Februari 2024   22:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sebelum membahas tentang Gender Mainstream kita membahas terlebih dahulu konsep dasar gender antara wanita dan pria. Apa itu gender ? Gender adalah bukan sekadar tentang jenis kelamin biologis seseorang. Gender mencakup gambaran hubungan sosial yang diatur oleh faktor sosial dan budaya di masyarakat. Dalam hubungan sosial ini, umumnya masyarakat memandang laki-laki dan perempuan memiliki peran dan tanggung jawab yang berbeda. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (MenLHK) menjelaskan gender adalah berasal dari bahasa latin "GENUS" yang berarti jenis atau tipe. Gender adalah sifat dan perilaku yang dilekatkan pada laki-laki dan perempuan yang dibentuk secara sosial maupun budaya.

Namun, pemahaman yang mendalam tentang apa sebenarnya yang dimaksud dengan gender, serta bagaimana hal tersebut memengaruhi individu dan masyarakat secara luas, masih menjadi titik fokus perdebatan dan penyelidikan yang terus berlanjut. Konsep gender tidak hanya membatasi diri pada pemahaman sederhana tentang perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan, tetapi juga mencakup dimensi sosial, budaya, dan psikologis yang kompleks.

Sebagai suatu konstruksi sosial, gender menentukan peran, perilaku, dan harapan yang diberikan kepada individu berdasarkan pada identitas gender mereka. Ini berarti bahwa apa yang dianggap sebagai "maskulinitas" dan "femininitas" dalam suatu masyarakat sangat dipengaruhi oleh norma, nilai, dan budaya yang dominan. Stereotip gender sering kali menciptakan ekspektasi tertentu tentang bagaimana seorang individu harus bertindak, berpakaian, dan berinteraksi dengan orang lain berdasarkan jenis kelamin mereka. Contohnya, dalam beberapa budaya, laki-laki diharapkan untuk menjadi tangguh, berani, dan berorientasi pada kesuksesan karir, sementara perempuan diharapkan untuk menjadi penyayang, penuh perhatian, dan berfokus pada peran domestik.

Pengarusutamaan gender telah dianut secara internasional sebagai strategi untuk mewujudkan kesetaraan gender. Ini melibatkan integrasi perspektif gender ke dalam persiapan, desain, implementasi, pemantauan dan evaluasi kebijakan, langkah-langkah peraturan dan program pengeluaran, dengan maksud untuk mempromosikan kesetaraan antara perempuan dan laki-laki, dan memerangi diskriminasi.

Ketidaksetaraan gender di lingkup pekerjaan energi, bahan bakar, dan teknologi (EBT) adalah masalah yang terus menghambat kemajuan industri ini menuju kesetaraan dan inklusi. Meskipun terdapat banyak wanita yang bekerja di sektor EBT, namun masih terdapat berbagai hambatan yang menghalangi akses, kemajuan karier, dan kesejahteraan perempuan dalam lingkungan kerja ini. Salah satu tantangan utama adalah kurangnya representasi perempuan dalam bidang teknik dan teknologi, yang sering kali didominasi oleh laki-laki. Stereotip gender yang masih kuat dalam masyarakat seringkali mengarah pada persepsi bahwa pekerjaan teknis lebih cocok untuk laki-laki, sehingga perempuan cenderung kurang didukung dalam mengejar karier di bidang ini. Selain itu, kurangnya dukungan dalam pendidikan dan pelatihan juga menjadi faktor yang menghalangi partisipasi perempuan dalam sektor EBT. Ketidaksetaraan juga tercermin dalam penggajian, di mana perempuan dalam sektor ini sering kali mendapatkan gaji yang lebih rendah dibandingkan dengan rekan laki-laki mereka, bahkan ketika melakukan pekerjaan yang sama. Pay gap ini sering kali disebabkan oleh bias gender dalam proses penggajian dan kurangnya transparansi dalam sistem kompensasi di perusahaan-perusahaan EBT. Selain itu, keterwakilan perempuan dalam posisi manajemen dan kepemimpinan juga masih rendah, karena faktor-faktor seperti stereotip gender, kurangnya dukungan untuk pengembangan karier perempuan, dan kurangnya perhatian terhadap kebutuhan spesifik perempuan dalam lingkungan kerja. Keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi juga menjadi tantangan bagi perempuan di sektor EBT, terutama bagi mereka yang memiliki tanggung jawab keluarga. Kebijakan dukungan seperti cuti keluarga, fleksibilitas kerja, dan akses yang mudah ke fasilitas penitipan anak dapat membantu mengatasi masalah ini. Untuk mengatasi ketidaksetaraan gender di lingkup pekerjaan EBT, diperlukan upaya bersama dari perusahaan, pemerintah, organisasi masyarakat, dan lembaga pendidikan.

Gender mainstreaming, atau integrasi gender, merupakan pendekatan strategis yang penting dalam mempromosikan kesetaraan gender di berbagai sektor, termasuk dalam lingkup pekerjaan energi, bahan bakar, dan teknologi (EBT). Dalam konteks industri ini, gender mainstreaming berarti memperhitungkan perspektif gender dalam semua kegiatan dan kebijakan, dengan tujuan untuk mengidentifikasi dan mengatasi ketidaksetaraan serta mempromosikan pemberdayaan perempuan. Salah satu aspek utama dari gender mainstreaming di sektor EBT adalah memastikan akses yang setara bagi laki-laki dan perempuan terhadap peluang kerja, pendidikan, dan pelatihan di bidang teknis dan teknologi. Hal ini melibatkan upaya untuk mengatasi stereotip gender yang masih ada, yang seringkali menghambat partisipasi perempuan dalam pekerjaan yang dianggap "tradisional" untuk laki-laki. Selain itu, gender mainstreaming juga mencakup perhatian terhadap keseimbangan kerja dan kehidupan pribadi, dengan menerapkan kebijakan yang mendukung fleksibilitas kerja, cuti keluarga, dan fasilitas penitipan anak yang memadai. Di samping itu, dalam aspek penggajian, gender mainstreaming menekankan pentingnya menerapkan sistem penggajian yang adil dan transparan, sehingga tidak ada perbedaan dalam kompensasi antara laki-laki dan perempuan yang melakukan pekerjaan yang sama. Selain itu, gender mainstreaming juga menggarisbawahi pentingnya keterwakilan perempuan dalam posisi manajemen dan kepemimpinan di perusahaan-perusahaan EBT, dengan memastikan adanya kesempatan yang setara bagi perempuan untuk maju dalam karier mereka dan berkontribusi pada pengambilan keputusan di tingkat yang lebih tinggi. Dengan mengadopsi pendekatan gender mainstreaming di lingkup pekerjaan EBT, dapat diciptakan lingkungan kerja yang lebih inklusif, adil, dan berkelanjutan bagi semua individu, yang pada gilirannya akan berkontribusi pada pertumbuhan dan inovasi industri secara keseluruhan.

Dalam rangka memahami tantangan ketidaksetaraan gender dan mempromosikan kesetaraan dalam lingkup pekerjaan, penting untuk memahami konsep gender, ketidaksetaraan gender, dan pendekatan gender mainstreaming. Konsep gender menyoroti peran yang dibentuk oleh norma-norma sosial, budaya, dan institusi dalam membentuk identitas dan peran gender seseorang. Ketidaksetaraan gender merupakan fenomena yang terjadi ketika ada perbedaan perlakuan, hak, dan kesempatan antara laki-laki dan perempuan, yang sering kali menguntungkan laki-laki dan merugikan perempuan. Pendekatan gender mainstreaming, atau integrasi gender, adalah strategi penting dalam mempromosikan kesetaraan gender dengan memperhitungkan perspektif gender dalam semua kegiatan dan kebijakan. Dalam konteks pekerjaan energi, bahan bakar, dan teknologi (EBT), hal ini mencakup memastikan akses yang setara terhadap peluang kerja, pendidikan, dan pelatihan, mengatasi stereotip gender, mendorong keseimbangan kerja dan kehidupan pribadi, menerapkan sistem penggajian yang adil, dan memastikan keterwakilan perempuan dalam posisi manajemen dan kepemimpinan. Dengan mengadopsi pendekatan gender mainstreaming, diharapkan dapat diciptakan lingkungan kerja yang lebih inklusif, adil, dan berkelanjutan bagi semua individu, sehingga membantu mendorong pertumbuhan dan inovasi dalam industri secara keseluruhan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline