Lihat ke Halaman Asli

Pandji Kiansantang

"Bahagia Membahagiakan Sesama"

Warna-warni Perempuan Bali

Diperbarui: 7 September 2022   07:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

 Pemandangan yang menyegarkan jelang sunrise di Dermaga Sanur pagi ini : 2 Gadis Bali, yang satu yang akan mempersembahkan Canang di Pelinggih dan yang lain sedang "menggembalakan" anjingnya ("cicing" dalam basa Bali) jalan-jalan di Pantai Sanur.

Sisi lain Bali... Jalannya gontai, gerakannya limbung, tatapannya kosong... Seorang perempuan renta tampak "berbeda" di antara puluhan wisatawan yang berjalan cepat di Dermaga Sanur... sebagiannya adalah gadis turis bule dan wisatawan domestik yang berpakaian trendy dan beraroma wangi. 

Mereka terlihat begitu "hidup"... seakan mata mereka memantulkan harapan bersenang-senang setelah "nyebrang" (naik boat) ke Nusa Penida dan Nusa Lembongan.

Beda dengan perempuan yang berpakaian lusuh. Bukan ransel atau koper, apalagi papan seluncur yang ia bawa, tapi kantung plastik berisi botol bekas yang dipungutnya dari tempat sampah. Jelas ia bukan dari kelompok "mayoritas" wisatawan atau karyawan travel boat yang banyak terdapat di Dermaga Sanur. Ia tergolong kelompok minoritas "pinggiran", marjinal, dhuafa.

Sosok sepertinya seakan "alien" (asing) dari kesan glamor dari parawisata Bali. Ia seakan berada di "waktu yang salah dan tempat yang salah" atau bahasa gaulnya "bukan di habitatnya".

Tidak ada yang memperhatikannya.. peduli dengan keberadaannya. Tak ada juga yang mencelanya karena bukan begitu cara berpikir di Bali : orang takkan dihakimi dari penampilannya... dari turis berbikini sampai muslimah bercadar, dari berpakaian bak artis sampai berpenampilan bak gembel, tak ada yang peduli... asalkan tidak merugikan orang lain.

Saya melihatnya ketika sedang menikmati makan Indomie goreng di warung dekat Dermaga Sanur. Melihat kondisinya yang lemah (mungkin belum makan) saya  terdorong untuk memberikannya Nasi Jinggo.

Sempat berkenalan dengannya. Namanya Ketut Mangku Renen asal Sanur. Ketika ditanya usianya, ia tidak tahu karena pada usia 7 hari ia telah ditinggalkan orang tuanya. Kuduga usianya sskitar 50 tahun. Setelah makan nasi jinggo ("sego kucing" a'la Bali) ia tampak lebih segar. Ia berkeliling memeriksa tempat sampah di sekitar dermaga Sanur.

15 menit berlalu. Saya sedang menulis tulisan ini sambil bersiap menyantap mie goreng porsi kedua karena masih lapar. Perempuan itu kembali menuju tempat sampah yang ada di depan warungku makan.
Melihatnya sibuk memungut sampah, saya jadi sedih dan memutuskan memberi sepiring indomie goreng yang tadinya akan kusantap. Saya jadi bisa berbincang lebih mengenalnya.

Maksud hati menuju Dermaga Sanur untuk menyaksikan sunrise tapi justru bertemu dengan seseorang yang menginspirasikanku "pelajaran hidup". Awan tebal pagi ini menggagalkan sunrise muncul dengan cemerlang di pantai Sanur. Tapi tak masalah karena ada "cahaya lain" yang muncul. "If you lose, you learn"...

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline