Ketika menjalani hidup, melangkah ke masa depan... ada kalanya kita menemukan persimpangan dengan 2 arah jalan berbeda.
Jalan pertama adalah jalan yang landai, mudah dan terlihat menyenangkan. Itulah jalan menyenangkan diri sendiri dan bersenang-senang dengan keluarga di rumah dan teman-teman di luaran. Itulah "zona nyaman" kita : "me time" & "family time".
Jalan kedua adalah jalan menanjak, terjal dan terlihat sulit untuk dilalui. Itulah "jalan silaturahmi keluarga"... yang perlu pengorbanan waktu, tenaga dan biaya untuk menempuhnya. Memaksa diri untuk keluar dari "zona nyaman"... melangkahkan kaki ke luar rumah menuju handai taulan keluarga besar.
Mereka yang katanya "keluarga kita" tapi jarang bertemu dan nun jauh di sana. Seringnya hanya bertemu setahun sekali dalam Halalbihalal Lebaran. Saatpun bertemu pun terasa canggung, tanpa kehangatan seakan formalitas saja. Bahkan seringkali kita baru dipertemukan pada saat kedukaan, ada saudara yang meninggal. Itulah ironi ketika yang meninggal "mengakrabkan" yang hidup.
Dua tahun Pandemi Covid-19 membuat kita makin sering menempuh jalan pertama dan mengabaikan jalan kedua. Membuat "jalan silaturahmi keluarga" makin tandus , berdebu dan dipenuhi semak dan ranting kering yang menghalangi jalan itu. Membuatnya makin "tidak menarik". Jalan itu makin sunyi, sepi dan jarang dilalui.
Sejatinya, jalan yang "sulit" adalah "jalan menuju kebaikan".
Itulah jalan sunyi menuju Taman Surga. Hanya mereka yang tercerahkan hatinya, yang mau berkorban dan bersusah payah menempuh jalan ini. Itulah jalan "menyambung tali silaturahmi" yang dirintis oleh leluhur dan orangtua kita yang sudah mendahului kita.
Sebuah jalan keteladanan yang membawa keberkahan dan kebahagiaan hidup. Itulah "Jalan silaturahmi Keluarga".