Lihat ke Halaman Asli

Pandji Kiansantang

"Bahagia Membahagiakan Sesama"

Menggugat Puisi "Hujan Bulan Juni"

Diperbarui: 2 Juni 2021   05:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

*tulisan ini didedikasikan untuk kawanku, putri Pak Sapardi Djoko Damono : Rasti Suryandani (Danik)

  HUJAN BULAN JUNI 

"tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni 

dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu

tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni 

dihapusnya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu 

tak ada yang lebih arif dari hujan bulan Juni 

dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu 

(1989)

Puisi karya Sapardi Djoko Damono (1940-2020) pujangga produktif yang rendah hati (kukenal almarhum dan berkawan dengan putrinya semasa kuliah di Jurusan Sejarah UI). Sontak teringat dengan puisi ini, ketika  hujan setia menemani "kota kembang" Bandung pada hari pertama di Juni 2021. Kabar dari keluarga di Jakarta, sang hujan ternyata juga muncul di ibukota. 

Padahal penulisnya, SDD pernah mengungkapkan alasan mengapa ia menulis puisi itu. "Kalau saya menulis hujan di bulan Desember, Desember kan memang (musim) hujan. Kalau nulisnya hujan pada Desember, nanti nggak ada yang bertanya  "Mengapa harus hujan bulan pada bulan Juni?" he-he-he kata Sapardi diberitakan Kompas.com pada 15 Juni 2015. Sapardi mengisahkan ketika ia menulis puisi itu pada tahun 1989, hujan memang TAK PERNAH jatuh pada bulan Juni. Puisi itu ditulis oleh Sapardi ketika melihat  telaga Situ Gintung, Ciputat, Tangerang Selatan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline