Serangan Corona yang Makin Merajalela
Belakangan ini kita lagi-lagi terhenyak melihat berita "pemecahan rekor demi rekor" dalam kasus Corona di tanah air. Kasus harian dan mingguan di ibukota dan tanah air terus meningkat. Makin miris dengan adanya data bahwa tingkat kematian dokter dan anak-anak di tanah air termasuk yang tertinggi di Asia.
Jika di negara-negara lain ada "ancaman gelombang kedua " pandemi, di Indonesia bahkan gelombang pertama saja belum selesai. Istilah bahasa Inggrisnya "The worst isn't coming yet" (Yang terburuk belum terjadi)
Minimnya Kesadaran Hidup Sehat
Presiden Jokowi telah mengintensifkan kampanye sistematis agar masyarakat disiplin dalam menjalankan prokes (protokol kesehatan). Tapi masih rendahnya tingkat kesadaran masyarakat dalam menjaga kesehatan, menjadi tantangan tersendiri.
Sebelum pandemi, pemakaian Masker adalah hal yang "asing" (alien) bagi kebanyakan masyakat kita. Juga dulu "physical distancing" adalah konsep yang "aneh" bahkan bisa dicap "anti sosial" karena masyarakat kita yang suka bersosialisasi dan berkerumun (kongko-kongko, "nonton bareng", dll).
Hanya "mencuci tangan", satu-satunya kampanye 3 M yang sudah cukup "familiar... khususnya bagi masyarakat muslim yang selalu berwudhu sebelum shalat, pelajar sekolah dan "orang kantoran" yang di WC kantornya terdapat wastafel (tempat cuci tangan).
Perlunya Perubahan Mindset
Jadi sebelum terjadi "perubahan perilaku", perlu terjadi perubahan mindset (paradigma). Pada saat Presiden mengeluhkan rendahnya disiplin masyarakat dalam menjalankan prokes, kita teringat betapa perlunya "Revolusi Mental" yang dulu pernah digaungkan.
Semua kebijakan pasti menimbulkan pro-kontra, apalagi pada situasi makin memuncaknya pandemi. Apa yang berhubungan dengan kebijakan publik terkait Corona cenderung menjadi "bola panas" (hot issues), bahkan bisa dipolitisir. Memang beginilah kondisi negeri kita sekarang... A divided society... suatu "masyarakat yang terbelah".
2 Syarat Agar Masyarakat Disiplin Prokes