Lihat ke Halaman Asli

Saepiudin Syarif

TERVERIFIKASI

Writer

Yang Kaya Overeating, Sedangkan yang Miskin Stunting

Diperbarui: 30 Januari 2022   01:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi pemeriksaan balita secara berkala untuk mencegah stunting dan obesitas | sumber: shutterstock via kompas.com

Menjaga asupan gizi seimbang dengan konsumsi yang murah (terjangkau), mudah di dapat, akan tetapi tetap bisa mengikuti perkembangan zaman.

Negara maju, negara berkembang, dan negara miskin mempunyai masalahnya sendiri-sendiri. Salah satunya menyangkut masalah yang berkaitan dengan asupan makanan yang dikonsumsi masyarakatnya.

Negara miskin mengalami kelaparan alias susah makan. Bila pun ada bisa makan seadanya saja sudah untung. Jangankan memikirkan asupan gizi seimbang, makan tiga kali sehari pun belum tentu. Padahal makan adalah kebutuhan primer manusia.

Negara maju karena makmur dan kaya, makan bukan sesuatu yang sulit diperoleh. Aneka menu makanan bisa disantap tiga kali sehari. Belum lagi makanan lengkap dari menu pembuka, menu utama, dan menu penutup. Itu pun ditambah cemilan di jam-jam antara.

Negara berkembang malah kedua masalah itu yang masih banyak ditemui. Obesitas akibat over eating dan stunting akibat asupan gizi tidak seimbang kerap terjadi di anak-anak generasi masa depan. Akibatnya ada potensi lost generation jika obesitas dan stunting tidak segera di atasi.

Terlebih seperti Indonesia di mana penduduknya besar, penyebarannya luas, dan adanya gap yang cukup jauh dari segi pendidikan, penghasilan, gaya hidup, dan variabel lainnya.

Dikutip dari laporan Unicef Indonesia obesitas anak juga meningkat, dengan satu dari lima anak usia sekolah dasar dan satu dari tujuh remaja di Indonesia mengalami kelebihan berat badan atau obesitas, menurut Survei Riset Kesehatan Dasar Nasional (RISKESDAS) 2018.

Anak dan remaja yang mengalami obesitas cenderung menderita penyakit tidak menular seperti diabetes dan berbagai penyakit kardiovaskular, juga mengalami depresi karena stigma. 

Mereka lebih mungkin absen dari sekolah, mengalami penurunan prestasi belajar dan lebih mungkin tidak menyelesaikan pendidikan tinggi. Anak yang mengalami obesitas juga berisiko menjadi orang dewasa yang obese.

Tingkat obesitas di Indonesia (negara berkembang) meningkat pesat baik di rumah tangga kaya maupun miskin karena mereka beralih dari pola makan tradisional ke produk olahan yang seringkali lebih tinggi lemak dan gula, dan lebih murah daripada makanan sehat.

Orang yang tinggal di daerah perkotaan lebih cenderung kelebihan berat badan karena akses ke makanan olahan lebih mudah. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline