Lihat ke Halaman Asli

Saepiudin Syarif

TERVERIFIKASI

Writer

KRL: Ada Tanggung Jawab Negara Melayani Transportasi Publik yang Murah dan Ramah Lingkungan

Diperbarui: 23 Januari 2022   09:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi suasana stasiun KRL di saat rencana kenaikan tarif | Foto: tribunnews/Irwan Rismawan via kontan.co.id

Rencana kenaikan tarif KRL alias Kereta Rel Listrik Commuterline sudah diangkat ke media. Tarif dasar perjalanan 25 kilometer pertama akan naik dari Rp 3.000 menjadi 5.000 rupiah, sedangkan untuk 10 kilometer selanjutnya tidak mengalami kenaikan alias tetap Rp 1.000.

Berarti ada kenaikan Rp 2.000 yang sama sama dengan kenaikan sebesar 66,66%. Perhitungan dari mana sebuah produk naik sebesar itu. Apalagi KRL adalah sebuah pelayanan publik, ada misi pelayanan di sana. Jadi bagaimana bisa sebuah usaha pelayanan publik yang mendapat subsidi negara menaikan tarif hingga 66,66%?

Tidak bisa dipungkiri perbaikan kondisi dan pelayanan KRL meningkat sejak ditangani Ignatius Jonan yang menjabat Dirut PT. KAI di tahun 2009-2014 lalu. Perubahan yang cukup signifikan itu membuat masyarakat mau beralih ke transportasi umum daripada menggunakan kendaraan pribadi.

Hal ini tentu sebuah langkah positif dilihat dari segi ekonomi dan lingkungan. Dibanding memberikan subsidi bensin atau solar untuk kendaraan bermotor lebih banyak manfaatnya memberikan subsidi untuk transportasi publik yang ramah lingkungan seperti KRL yang tidak menghasilkan pencemaran karbon dioksida. 

Sekitar 220 juta penumpang KRL Jabodetabek dan 4 juta penumpang KRL Jogjakarta dilayani KRL tiap tahunnya dan akan meningkat seiring waktu berjalan adalah sebuah bentuk tanggung jawab negara terhadap pelayanan transportasi publik yang layak. 

Jika tarifnya naik, berapa yang akan kembali menggunakan sepeda motor karena dianggap KRL dirasa lebih mahal. Berapa yang akan kembali naik angkot. Perhitungan konsumen bukan di angka Rp 2.000 tapi ongkos pulang pergi selama satu bulan. 

Saat ada penambahan Rp 4.000/hari maka akan ada penambahan pengeluaran masyarakat Rp 88.000 hingga Rp 120.000/bulan tergantung jumlah hari mereka menggunakan KRL untuk beraktivitas.

Jika satu rumah ada Bapak dan Ibu yang bekerja (aktivitas di luar rumah) serta dua anak yang sekolah atau kuliah, akan ada penambahan pengeluaran keluarga sebesar Rp 352.000 hingga Rp 480.000/bulan.

Di sisi lain pemerintah juga tidak kuasa menekan peningkatan harga-harga kebutuhan pokok seperti minyak goreng, telur, dan lainnya yang juga memberatkan masyarakat terutama masyarakat kelas bawah dan masyarakat korban penurunan ekonomi akibat pandemi yang belum pulih. 

Jadi rencana kenaikan tarif KRL hingga 66,66% adalah sebuah langkah kurang simpatik dan mau enaknya saja dari jajaran Kemenhub dan pimpinan PT. KAI. Apalagi negara pun sanggup memberikan subsidi tiap tahunnya pada PT. KAI untuk KRL.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline