Lihat ke Halaman Asli

Saepiudin Syarif

TERVERIFIKASI

Writer

Bau Tanah Basah di Bumi yang Membelah

Diperbarui: 31 Desember 2020   06:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Bau tanah basah menyeruak ke segala penjuru. Aroma yang menimbulkan rindu. Wangi yang menghadirkan kenangan. Bau rindu.

Suara rintik hujan yang berdetak. Seakan menghentikan waktu berdetik. Bunyi yang membuai sukma. Suara jiwa.

Alunan simfoni alam yang membuai menyerang seluruh indera. Indah. Nikmat. Buaian yang membuat terlena. Melena rasa.

Tanah yang menguap. Hujan yang menggenang. Bercampur merasuk sukma. Menyusup jiwa. Merobek vena. Mengalir ke seluruh raga.

Aroma.
Rasa.
Cinta.
Kenangan.
Genta jiwa bertaburan.

Bumi bergerak. Alam bergerak. Semesta bergerak. Kita tak bisa menolak. Pikiran manusia berarak-arak. Berbolak-balik ke masa lalu, ke masa depan, ke masa sekarang. Cuma itu. Di pikiran.

Pikirku. Pikirmu. Kuasa-Nya.
Mimpiku. Mimpimu. Kuasa-Nya.
Usahaku. Usahamu. Kuasa-Nya.
Doaku. Doamu. Kuasa-Nya.

Hujan masih merintik.
Aku masih merintih.
Bumi yang membelah.
Kembali pada-Nya. Pasrah.

Depok, 27 Desember 2020




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline