Lihat ke Halaman Asli

Saepiudin Syarif

TERVERIFIKASI

Writer

Puisi | Secangkir Kopi Keresahan

Diperbarui: 12 Maret 2020   10:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kau suguhkan kopi tiap pagi. Dengan cangkir putih beralas tatakan persegi. Di meja taman dekat pagar besi. Di mana aku menghabiskan waktu dengan koran, buku, dan catatan kaki. Sambil menikmati nyanyian perkutut yang menenangkan hati.


Tak lama kamu pergi bersama dengan sang buah hati. Lalu kamu sibuk di gedung tinggi. Dan sang buah hati sibuk mengasah budi. Berharap jadi orang berpekerti.

Enam belas tahun sudah. Tampak terasa mudah. Meskipun sebenarnya susah. Demi menjaga semua yang sudah sah.

Buah hati kita gagah. Dengan kulit berwarna merah. Dan rambut pirang cerah. Dari siapa dia punya darah?

Aku jawa tulen. Kamu jawa tulen. Kita jawa tulen. Bukankah seharusnya dia pun jawa tulen?

Aku memilih diam. Toh kita bahagia menjalaninya dalam diam. Tak perlu dengarkan mulut orang yang tidak bisa diam. Tapi sampai kapan kamu diam?

Sekarang dia yang meminta jawaban. Aku tak punya jawaban. Kamu yang harus memberi jawaban. Agar hidupnya tidak menjadi beban.

Bertahun-tahun sudah. Mungkin dia lelah. Merasa berbeda hanya bisa pasrah. Karena kita menutup semua pintu resah.

Jawablah demi dia. Bukan untukku. Aku sudah bahagia. Setiap pagi kau suguhkan secangkir kopi ditemani koran dan buku.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline