Oleh Pius Rengka
Ada dua asas penting dalam etika, termasuk etika politik. Dua asas penting itu sebaiknya ditampakkan siapa pun dalam proses politik. Terutama bagi para calon pemimpin (Bupati, Walikota, Gubernur dan Presiden). Kedua asas itu masing-masing:
1. Primum non nocere. Artinya pertama-tama jangan merugikan orang lain. Calon pemimpin tidak boleh gemar bersikap merugikan orang lain. Karena itu, menipu orang itu pastilah bukan politik. Para calon pemimpin itu wajib bersikap jujur karena jujur itu fungsional dalam pengelolaan kepentingan umum. Pemimpin harus memiliki kejujuran karena hanya dengan demikian dia sanggup menyelesaikan semua hal buruk atas bangsanya, rakyatnya dan terutama lingkungan dirinya sendiri. Pemimpin yang jujur secara a priori tidak sedikit pun berniat merugikan rakyatnya. Ajakan ini memang agak spekulatif, karena banyak pemimpin jujur, tetapi sedikit yang memiliki kapasitas.
2. Primum non tacere, artinya pertama-tama janganlah diam kalau ada sesuatu yang merugikan orang lain. Perihal merugikan orang lain itu, terutama diarahkan pada pengalaman masa silam calon pemimpin. Itu artinya jika ada peristiwa masa silam yang patut diungkapkan, sebaiknya calon pemimpin itu sendiri segera mengungkapkan peristiwa itu sendiri agar pertama-tama dia jujur dengan dirinya sendiri, sebelum dia diminta jujur oleh khalayak atau sebelum dia meminta kejujuran orang lain. Atau jika ada pihak lain yang mengetahui kejahatan masa silam calon pemimpin patutlah diungkapkan ke khalayak ramai sebagai cara terbaik menampakkan track record calon pemimpin sambil pemimpin merendahkan diri di panggung publik. Merendahkan diri di panggung politik artinya pemimpin membuka dirinya untuk dikritik khalayak demi kebaikan bersama. Sulit dibayangkan jika pemimpin tidak membiasakan diri membuka diri dan tidak dibiasakan dalam lingkungan masyarakat kritis, karena kita sedang mengubah konteks masyarakat yang kurang tulus.
Dua asas ini dapat diderivasi ke berbagai hak, kewajiban dan tanggung jawab. Karena itu, team sukses, entah hendak menyuksesakan siapa pun dari pasangan calon bupati, walikota, gubernur dan presiden, terpanggil untuk mempromosikan nilai-nilai kejujuran, demokrasi dan perdamaian.
Maka, saling olok dan saling hujat antarteam, yang dilakukan team sukses, sesunguhnya pada dirinya sendiri adalah penghinaan terhadap calon yang dibelanya. Penghinaan terhadap calon yang dibela tidak lain dari gambaran moral para pembela itu sendiri.
Memang, saya sangat tidak setuju terhadap orang yang merasa lebih bermoral dibanding orang lain hanya karena dia tidak melakukan kejahatan atau dosa yang sama. Meski demikian, perihal track record calon pemimpin perlu dipublikasi. Semua sejarah hidupnya, sebagai bukti kejujuran sekaligus ketelanjangan hidup. Tetapi, disarankan perihal peringkat kualitas moral para calon pemimpin (bupati, gubernur, dan presiden) perlu dan patut diungkapkan ke khalayak ramai, agar rakyat memiliki peluang untuk membuat pertimbangan etis dan kritis.
Pertimbangan etis pada hakekatnya menentukan tindakan memilih pada dua hal dalam peringkat yang relatif sama. Misalnya, calon pemimpin sama-sama baik. Pilihan etis merupakan tindakan memilih satu dari dua pemimpin yang baik itu, tetapi satu yang dipilih memiliki nilai lebih baik dibanding yang lain. Atau sebaliknya, dua calon pemimpin (dalam kasus Pilpres), sama-sama buruk. Ietapi yang dipilih ialah pemimpin yang jumlah buruknya jauh lebih sedikit dibanding yang lain.
Terus terang, pengungkapan kualitas moral calon pemimpin kepada khalayak ramai bukan bermaksud untuk mempermalukan atau sejenisnya, melainkan agar moralitas pemimpin yang dipilih kian terang sekaligus diandalkan untuk memimpin para pemilih. Maka sikap para pemilih adalah juga pantulan dari moral para pemilih itu sendiri. Moralitas pemimpin kian terang terutama bagi para pemilih. Itulah sebetulnya inti pentingnya menggelar track record itu.
Memanipulasi Doa:
Doa adalah dialog. Dialog artinya relasi antara pendoa dan Tuhan. Tetapi, di dalam dialog itu, manusia menyadari bahwa dirinya sebagai peziarah mencari kebenaran dalam gurun kehidupan. Gurun kehidupan penuh tantangan dan godaan. Tantangan dan godaan dapat saja diatasi melalui jalan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur yang diminta agama.