Lihat ke Halaman Asli

Si Doel Pengusaha Kreatif

Diperbarui: 26 Juni 2015   18:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

[caption id="attachment_68859" align="alignleft" width="300" caption="Foto"][/caption] Ide posting ini muncul karena tweet Ilman Akbar, yang merefleksi cerita Si Doel Anak Sekolahan versi Rano Karno yang pernah tayang beberapa tahun lalu. Di cerita itu Doel setelah lulus menghadapi problema standar, kebingungan mencari pekerjaan. Kemana-mana melamar tanpa hasil. Sementara adiknya si Atun membuka salon dengan modal seadanya. Fokus cerita lebih berat kepada perjuangan Doel mencari kerja daripada upaya Atun membangun salon. Nggak salah memang, waktu itu memang pola pikir kebanyakan orang seperti itu. Belajar, lulus, mencari kerja, hidup nyaman, dst. Saya sendiri melihat belum ada sinetron Indonesia yang punya nilai pesan moral kuat tapi sekaligus populer di mata pemirsannya. Setidaknya tidak sampai seheboh serial sinetron Doel di RCTI (dan lanjut di Indosiar) beberapa tahun lalu. Di dunia fiksi ada yang namanya peremajaan karakter. Karakter serupa diredesain dan disesuaikan dengan kondisi zaman. Seperti Doel versi awal dulu dengan Benyamin S. (alm) sebagai Doel, warga Betawi, yang mencari kerja di kota. Era saat itu memang era awal urbanisasi, dengan karakter Doel mewakili para pencari nasib waktu itu. Sinetron Si Doel Anak Sekolahan mengubah definisi karakter Doel menjadi seorang Betawi yang ingin kuliah tinggi dan mencari kerja seperti cita-cita kebanyakan orang saat itu. Bisa jadi, banyak keluarga yang terinspirasi dengan sinetron ini agar anak-anak mereka bisa lulus dan kerja dengan layak. Nah, mari kita melihat kondisi sekarang. Banyak orang kesulitan mencari kerja. Yang antri berjuang saat ada bursa kerja ribuan orang banyaknya. Kalau kata Ciputra, jumlah pengusaha (alias pembuka lapangan kerja) di Indonesia ini masih sangat kurang. Pola pikir mahasiswa masih seperti Doel era beberapa tahun lalu. Segera lulus dan mencari kerja. Masih kurang yang punya keberanian (dan kemauan) untuk mengadu nasib menjadi seorang pengusaha. Kalau Doel bisa menginspirasi pemirsanya saat itu, mungkin sudah saatnyakah tokoh Doel diremajakan lagi? Seorang Doel, anak Betawi, yang tidak luntang lantung keliling kota jakarta dengan bus mencari kerja setelah lulus. Namun seorang Doel yang berpikir jauh lebih kreatif. Doel yang misalnya, memanfaatkan potensi kelebihan kampung Betawinya dan mengubahnya menjadi daya tarik wisata. Seorang Doel yang membina teman-teman warganya di kampung untuk bisa mandiri melalui beragam karya budaya Betawi dan menjualnya ke manca negara. Seorang Doel, mahasiswa S1, yang ikut membantu mengembangkan bisnis salon Atun menjadi lebih besar dan profesional. Seorang Doel yang megubah fungsi oplet-oplet mobil tradisional dari sekedar alat angkut menjadi transportasi budaya. Seorang Doel yang bisa mengangkat kampungnya dari sekedar kampung biasa yang terancam gusuran menjadi kampung wisata modern yang mendatangkan pendapatan bagi warganya. Seorang Doel yang berani mengambil keputusan cepat dan tidak khawatir terhadap segala resiko yang muncul. Seorang Doel yang berani membuktikan di depan Babe dan Nyak kalau menjadi pengusaha adalah sebuah pilihan yang beresiko (namun bisa terkalkulasikan). Seorang Doel yang tidak gentar diomeli Babe dan Nyak, saat ia harus hidup susah terlebih dahulu sebelum akhirnya berhasil dalam bisnisnya. Setiap orang butuh panutan. Tidak dipungkiri jutaan warga Indonesia menyimak berjam-jam sinetron setiap harinya. Sinetron penuh pertengkaran, konflik, iri hati, dendam, bentak-membentak, yang sangat tidak wajar dalam kisah sebuah keluarga. Siapa sih yang nggak suka dengan Doel? Siapa sih yang nggak terinspirasi dengan kisah Doel? Sudah saatnya kita butuh sinetron seperti Doel, namun tentunya dalam konteks yang lebih relevan dengan masa kini. Hihi, siapa tahu Karnos Film baca tulisan ini...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline