Lihat ke Halaman Asli

Pither Yurhans Lakapu

Pemitra (pejuang mielitis transversa)

UU Desa Gerus Tradisi dan Budaya Orang Timor

Diperbarui: 18 April 2022   17:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi musyawarah desa | Sumber gambar: Istimewa

"Jika dianalogikan, ciri kepemimpinan tradisional di Timor menyerupai kepemimpinan Cina kuno yang lebih mengagungkan orang tua dan kebijaksanaan, bukan kepemimpinan Romawi kuno yang lebih mengagungkan kaum muda dan kekuatan fisik."

PENERAPAN Undang-undang No. 6 Tahun 2014 atau lebih dikenal dengan UU Desa sangat menggerus budaya dan tradisi orang Timor. Bahkan sangat mungkin memunahkan ciri khas kearifan lokal yang telah diwariskan nenek moyang itu.

Sejak dulu, budaya orang Timor lebih mengedepankan peran para amaf atau mnais kuan yakni para kepala suku atau tua adat dari marga, suku, dusun atau kampung tertentu di sebuah desa. Amaf-amaf ini sangat dihormati, memiliki pengaruh dan juga penentu terjaganya budaya dan kearifan lokal yang dimiliki.

Orang yang dijuluki amaf atau mnais kuan umumnya pria sepuh di atas 60 tahun atau pria tertua dalam komunitas itu.

Para amaf dianggap sebagai tokoh-tokoh yang memiliki banyak pengalaman, sudah matang untuk memimpin, dan berpikiran bijaksana dalam menghadapi peliknya  persoalan di masyarakat. Seperti: konflik agraria, persoalan adat dan kawin-mawin, percekcokan antar keluarga/marga/kampung, masalah pertanian/peternakan/perikanan, dan sebagainya.

Sedangkan, generasi muda (munif atau 'betin) dipandang masih labil, kurang pengalaman dan kurang mampu merangkul serta mengarahkan anggota suku tersebut.

Amaf biasanya bertindak sebagai pemimpin, pemikir dan pengambil keputusan yang arif sedangkan kaum muda menjadi eksekutor karena lebih gesit dan bertenaga dalam bekerja.

Dengan diterapkannya UU Desa yang salah satu poin pentingnya adalah penggelontoran dana hingga Rp 2 M/desa/tahun, maka dituntut agar kaum muda-lah yang harus mengisi posisi sebagai Kades, Kaur, Kasi hingga Kadus (kepala dusun), karena mereka dinilai lebih cekatan dan paham perkembangan zaman sehingga mampu mengurus anggaran fantastis itu.

"Bijaksana itu belakangan, walaupun persoalan di desa itu kompleks, yang penting bisa kelola anggaran," canda seorang teman yang terlibat dalam pengelolaan dana desa (DD), ketika saya mengungkapkan keprihatinan tentang tergerusnya peran amaf sebagai imbas dari penerapan UU Desa ini.

Perubahan yang sudah terlihat setelah delapan tahun lahirnya UU Desa adalah, berapa besar dana yang mengalir ke desa dan berapa persen yang dilaporkan terserap lebih diutamakan, sedangkan keterlibatan para amaf sebagai wujud pelestarian budaya dan kearifan lokal seolah diabaikan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline