Dunia medis modern saat ini tidak terlepas dari alat bernama MRI (Magnetic resonance imaging), alat pemindai yang kecanggihannya di atas CT-Scan. Tulisan ini saya buat bukan karena saya seorang dokter tapi ini hanya pengalaman sebagai seorang pasien. Hehehe.. Tiga tahun lalu saya harus menjalani pemeriksaan MRI untuk memastikan penyakit yang saya derita, apakah Gullain Barre Syndrome (GBS) atau Mielitis Transversa. GBS dan Mielitis Transversa adalah penyakit autoimun yang memiliki gejala klinis yang mirip salah satunya pasien akan menjadi lumpuh dalam waktu yang relatif singkat dan untuk memastikannya harus lewat pemeriksaan MRI. Saya menjalani 2x MRI sebelum akhirnya dokter memvonis bahwa penyakit saya derita adalah Mielitis Transversa. Pemeriksaan pertama untuk memindai tubuh secara keseluruhan sedangkan pemeriksaan kedua hanya mengambil gambar khusus tulang belakang. Apa itu MRI dan bagaimana cara kerjanya? Sumber-sumber online menjelaskan bahwa pemeriksaan MRI (Magnetic resonance imaging) adalah sebuah pemeriksaan radiologi menggunakan prinsip magnetisasi tanpa operasi, sinar X maupun zat radioaktif. Medan magnet digunakan untuk proses magnetisasi ion hidrogen tubuh dan dengan gelombang radio dipancarkan ke komputer untuk mendapatkan gambar bagian tubuh yang hendak diperiksa. MRI dapat menggambarkan dengan jelas dan kontras berbagai organ tubuh seperti organ pencernaan, jantung, sumsum tulang belakang, susunan syaraf dan lain-lain. Hasilnya lebih jelas dibanding rontgen maupun CT-Scan. MRI sangat membantu dokter untuk dapat menetapkan dengan tepat diagnosa sebuah penyakit. MRI adalah penemuan spektakuler dalam dunia kesehatan oleh Dr. Raymon Damadian dari Amerika bersama 2 rekannya Dr. Larry Minkoff dan Dr. Michael Goldsmith. Pertama kali diaplikasikan tanggal 03 Juli 1977 setelah melewati 7 tahun penelitian. Walaupun demikian, hadiah nobel untuk penemuan MRI tidak diberikan pada Dr. Damadian dan rekan-rekannya tapi jatuh ke tangan Peter Lauterbur dari Amerika dan Peter Mansfield dari Inggris tahun 2003. Padahal Lauterbur dan Mansfield hanya membuat perbaikan teknis saja dari hasil penemuan yang sudah dipatenkan Dr. Damadian sebelumnya. Masa-masa awal penerapan MRI dalam bidang kedokteran, proses pemeriksaan bisa mencapai 5 jam. Namun dengan penyempurnaan, kini MRI cuma butuh waktu 45 – 90 menit. Ke depan waktunya akan semakin singkat mengingat perkembangan penyempurnaan alat ini sangt pesat dari waktu ke waktu. Alat ini berupa lorong/tabung berdiameter sekitar 60 cm, pasien dimasukkan dengan berbaring di meja khusus. Bagi mereka yang claustrophobia (fobia terhadap ruangan sempit) mesti berkonsultasi agar tenang menjalani pemeriksaan. Pengalaman saya, suara bising yang muncul dari alat ini selama pemeriksaan bisa membuat pusing. Bermacam-macam jenis bunyian yang agak kuat silih berganti selama proses pemeriksaan berlangsung. Ada bunyian menyerupai suara mesin mobil, motor, kodok, gonggongan anjing dan sebagainya. Pusing khan.. hehehe.. Suara itu diredam dengan memasang walkman di telinga pasien agar pasien bisa mengalihkan perhatian lewat lagu-lagu yang diputar. Sebelum pemeriisaan pasien dibekali sebuah tombol yang dapat dipencet setiap saat untuk memberi sinyal jika ada hal darurat yang dirasakan dan memerlukan penanganan cepat. Suhu di dalam tabung mengkuti suhu ruangan yang ada. Salah satu kelebihan alat ini, pasien tidak perlu dirubah posisi tubuhnya, pasien cukup berbaring rileks sambil mendengarkan lagu-lagu lewat walkman dari awal hingga akhir. Waktu yang dibutuhkan tergantung jenis pemeriksaannya. Saat pertama diperiksa untuk mengambil gambar seluruh tubuh, saya harus menjalaninya selama sekitar 75-80 menit (ini perkiraan saya karena jumlah lagu yang saya dengar ada 19 buah dengan asumsi 4 menit per lagu. hehehe). Pada pemeriksaan kedua, gambar yang diambil hanya pada daerah tulang belakang sehingga waktunya cuma sekitar 25 menit (6 lagu. hehehe....) MRI tidak menggunakan sinar X dan zat radioaktif sehingga aman bila dilakukan berulang-ulang, juga tidak menimbulkan rasa sakit di tubuh. Karena menggunakan medan magnet maka sangat berpengaruh bagi mereka yang memiliki alat bantu logam dalam tubuh seperti gigi palsu, alat pacu jantung dan lain-lain. Alat bantu dari logam bisa bergeser oleh efek magnet yang kuat sehingga membahayakan pasien. Sebelum pemeriksaan pasien ditanya untuk memastikan bahwa tidak ada logam yang bersarang di tubuhnya termasuk yang ada di luar seperti cincin, gelang dan anting-anting. Dari pencarian di internet saya tidak mendapati informasi lain mengenai efek samping alat ini. *** Sumber bacaan: http://novaliaprasetyoviantri.students-blog.undip.ac.id/2009/12/12/tugas-imaging-diagnosis/ http://id.wikipedia.org/wiki/Pencitraan_resonansi_magnetik http://www.mitrakeluarga.com/bekasitimur/mri-magnetic-resonance-imaging/ Sumber gambar: http://novaliaprasetyoviantri.students-blog.undip.ac.id/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H