Lihat ke Halaman Asli

Fiksiana | Rosa

Diperbarui: 22 April 2020   13:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://www.gardenia.net/plant/rosa-dark-night

Teruntukmu sodaraku #Wayan Bisma Pramanta (dan semua wanita Indonesia). Selamat hari Kartini! Sudah lama, kita tidak ngobrol bersama, ngopi atau bahkan bernyanyi sambil memanggang ikan hasil tangkapan di depan rumah.

Bagaimana kabarmu? Karena hari ini adalah hari Kartini, dalam surat ini saya ingin sekali lagi mendongeng untukmu. Anggaplah sebagai cerita-cerita yang selalu kuceritakan setiap kali kita bersua muka. Mohon jangan bosan membacanya.

Pada suatu hari, seorang ibu yang beranak banyak ditinggali suaminya ke negri Jiran. Ibu itu lalu menjadi gila sewaktu tiga bulan pasca kelahiran anaknya yang terakhir. Anak yang ketika beranjak tumbuh disebut anak sial oleh beberapa orang, bahkan hampir disita sebagai tebusan hutang ayahnya--- yang tidak pernah berbicara dengannya lebih dari lima menit. Seharusnya hidup harus berhenti waktu itu, waktu ibunya yang sedang mengandung mengguling diri di aspal terik, dan akhirnya melahirkan.

Kadang aku bertanya, mengapa anak sial itu tidak mati sewaktu dirawat di RS Umum dengan seluruh selang di tubuhnya? Mengapa dia tampak seperti anak kera? Mungkin dengan tidak hidup, dia tidak akan mendengar isak tangis kebahagiaan kedatangannya di dunia--- "Biarlah hilang lenyap hari kelahirannya, dan malam yang mengatakan: seorang anak laki-laki telah ada dalam kandungan.

Biarlah hari itu menjadi kegelapan, dan janganlah cahaya terang menyinarinya. Ya, biarlah pada malam itu tidak ada yang melahirkan, dan tidak terdengar suara kegirangan dan janganlah ia melihat merekahnya fajar karena tidak ditutupnya pintu kandungan ibunya. Mengapa dia tidak mati waktu lahir, atau binasa waktu keluar dari kandungan? Mengapa pangkuan menerimanya, mengapa ada buah dada sehingga dia dapat menyusui?"

Aku tidak tahu. Sejauh yang kutahu, karena ibunya menjadi gila, tiga bulan setelah kelahirannya, anak itu lalu diasuh oleh sepasang keluarga yang tidak memiliki anak. Rosa dan Bone adalah nama sepasang keluarga itu. Anak itu tumbuh besar dengan segala kecukupan, bahkan berkelimpahan. Tidak akan ada lagi yang mengungkit-ungkit masa lalu, karena semua kekurangan, keterbatasan bahkan martabat diri diberikan oleh kedua pasangan ini. Namun sesuatu berubah. Seperti katamu Wayan, semestalah yang akan menceritakan masa lalu itu dengan menghadirkannya kembali. Saat itu anak tersebut tengah dalam masa mencari jati diri. Bone, si pencari nafkah, pergi meninggalkan mereka berdua.

Sodaraku Wayan, anak itu tidak mengenal takdir, atau pun Shamshara. Yang ia tahu, saat itu kehidupan berubah. Mereka harus belajar makan dari tangan sendiri, menunduk hingga tenggelam di dalam bumi.

Pada saat itulah Rosa yang semula selalu menjadi wanita malas, gemuk, dan selalu tangguh, harus belajar menjadi rajin, menjadi kurus, dan belajar meminta belas kasih. Semua itu bukan untuk dirinya, namun untuk anak sial itu yang berpuluh tahun dirawatnya sebagai anak sendiri. Ia yang dulunya harus berpangku kaki menelan gulai kambing, kini harus berjalan sejauh dan selama mungkin dengan sayur yang dijualnya sehargga 3.500 per porsi. Atau jika itu tidak cukup, ia harus menjemur diri seperti ikan kering berjualan tuak di pelabuhan. Dan kalaupun itu tidak cukup, ia akan berjudi hampir setiap malam, dan di setiap kesempatan. Mungkin kamu menganggap rendah Rosa ini, namun dari laba yang ia dapat dari berjualan sayur, tuak, dan berjudi, anak sial tadi bahkan tidak memiliki kesempatan bertanya, di mana Bapak, karena segalanya masih tercukupi. Pesannya, anak-ku harus sekolah.

Wayan sodaraku, kamu lebih mengerti arti kehidupan karena kebiasaanmu mendengar bisikan semesta. Dapatkah kamu menjelaskan padaku, mengapa ada dalam kehidupan manusia seorang ibu yang tidak pernah melahirkan, namun insting keibuannya mampu mengasihi layaknya seorang ibu kandung? Mengapa ikatan batin dapat terjalin tanpa hubungan darah?

Suatu kali usaha Rosa menjual sayur sudah tidak menguntungkan lagi. Pasar harus bersaing. Ia akhirnya meminta anak itu kembali kepada orangtua kandungnya yang saat itu mulai dipandang masyarakat. Ia menangis di depan tangga, meratapi nasipnya, "Mengapa ada kehidupan di mana kebahagiaan itu sulit direngkuh? Mengapa sulit menjadi kaya? Dan mengapa sulit mencintai seorang yang pada kenyataannya telah berbagi hati?

Maaf aku salah. Sebenarnya kesedihan terdalam Rosa adalah, mengapa Tuhan tidak memberikannya keturunan, untuk diperhatikan mertua, suami, dan masyarakat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline