Lihat ke Halaman Asli

Sahabat Abstrak (Episode 3)

Diperbarui: 1 Januari 2020   14:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Yang mengenakan baju abu-abu adalah figur yang disebut Ose dalam diari kaka

Aku mengaguminya

Dia kaka. Sebetulnya itu bukan nama aslinya. Namun aku nyaman memanggilnya demikian. Tak ada yang tahu, bahwa diam-diam kami adalah akrab. Dia kaka semester.Terkenal karena pergaulannya yang luas. Memiliki prinsip, ketekunan, dan penyayang. 

Satu yang tak kusukai darinya karena ia tidak pernah mendengar orang lain. Saat kami bersama ia lebih banyak bercerita. Sebetulnya tidaklah soal. Namun yang diceritakannya semuanya teori-teori pengetahuan. Ahhh.... membosankan.

Awalnya aku berpikir dia sombong. Namun saat dekat dengannya, barulah kutahu, kalau memang begitu orangnya. Tidak suka membahas hal-hal yang melibatkan emosi, yang sederhana, yang konkret.

Pertama saat berbicara dengan dirinya, sulit sekali bagiku untuk memahaminya. Menegurkupun ia menggunakan teori. Satu yang pasti, kala menjelaskan sesuatu, ia amat meyakinkan, dan disitulah ketampanannya muncul. Mungkin aku menyukainya. Mungkin juga tidak.

Aku sadar, tak seharusnya sahabat berubah menjadi cinta. Hanya menyiksa batin. Biarlah tetap menjadi sahabat, asalkan ia terus berada di sisiku. Dia memang sangat setia kalau menjadi sahabat. Aku tak tahu, bagaimana jika suatu saat aku mengecewakannya.

Ada suatu waktu di mana ia melupakan tasnya di rumahku. Entah mengapa, aku sangat bahagia. Ingin rasanya aku mengetahui isi dalam tas itu. Namun pikirku tak sopan. Sialll, rasa ingintahuku mengatasi ketakutanku.

 "Lagian iakan tak mungkin tahu", gumamku dalam hati.

Tasnya cukup berat karena berisi buku-buku. Bukan mata kuliah, namun ilmu-ilmu sosial. Pantasan ia pandai berelasi. Selain buku-buku bacaan, ada juga pena dan dua buku tulis. Dan satu buku berwarna hitam. Aku takut membukanya. Kuputuskan untuk melihat sampul dalamnya. Di situ ia memberi judul "The Journey with my Good Lord". Aku terkesan dengan judul itu. Namun ketegangannya adalah selama pergaulan kami, tak pernalah ia berkisah tentang Tuhan. Sempat aku berpikir, ia katolik tempelan. Namun judul itu.... Yah judul itu.

Perlahan aku membukanya selembar demi selembar. Aku sangat kaget, karena dari setiap lembaran itu berisikan kisah-kisah tentang persahabatannya. Ia menulis dengan sangat detail.

"Berarti seusai bergaul dengan seseorang, ia akan menulis. Tapi untuk apa? Sangat detail pula," batinku.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline