Menyana, lalu bertanya tentang tanda-tanda. Bertanya kepada siapa?. Lagi bertanya, bertanya kepada tentang apa dan mengapa bertanya ?. Mengapa engkau bertanya?
Bersiasat tentang tanda tanya? Menyeka realita fakta entah berguna atau sebalik kembali bertanya menyana. Ada kala kita bertanya tentang sesuatu arti dunia dan pana. Yang ada menjadi tiada dan tiada seolah-olah ada.
Kata seberapa kita sering bertanya lalu untuk apa bertanya. Selalu bertanya ingin selalu menanya hingga kepo tentang irama belantara jua satwa. Tangis derai dan tawa mengata berkaca kepada siapa? Saya, kita, semua seolah sama tetapi terkadang jauh berbeda.
Berpola dan berlatar belakang tak semua sama. Tanah moyang sebagai penanda acap kali larut menjadi bara lara bara didada. Tak sedikit kalut dan berebut. Hingga tanah tak bertuan menjadi sengkarut.
Tanah tak bertuan hingga bertuan yang mulanya jua adalah rimbunnya rimba raya. Tanya kepada siapa lalu apa adanya atau ada apanya?. Sengkarut kalut menjadi ribut, ikut bertanya seolah iya adanya tetapi ada apanya itu realita tentang argumen yang tak kunjung reda.
Kicau satwa berirama dalam nada risih risau akan perilaku pongahnya dunia. Risalah dogma medera bergumam merenda cara. Tanda nyata realita berkata mengapa bertanya ada apanya atau adanya apa? Kita-kita semua merajut asa agar kata rasa bertanya apa adanya tetapi ya lagi dan lagi adanya apa.
Sisa masa luluh layu sunyi sepi lalu menjadi tiada nada. Rimba raya tak sanggup menopang para penjelma adanya. Kuasa dokma menjadi nyanyian merdu tetapi ada apanya karena suasana kian patuh menjadi petaka belaka. Suar suara tersempal pedasnya lada perasa, bertanya mengapa apa adanya jua adanya apa?.
Kubertanya kepada Samudera raya mengapa alam belantara?. Jawab hanya sepintas lalu serasa enggan memberi tahu. Entah mengapa selalu bertanya, tiada kabar tiada rindu hanya sembilu rindu menyatu. Tuah Kuasa Sang Pencipta memberi belantara jua samudera raya bersama sang surya untuk dijaga selamanya. Haruskah aku bertanya karena apa adanya atau ada apanya lagi?.
Ketapang, Kalbar 16 Oktober 2018
Petrus Kanisius-Yayasan Palung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H