Lihat ke Halaman Asli

Petrus Kanisius

TERVERIFIKASI

Belajar Menulis

Ini Cara Sederhana Perajin Menyelamatkan Hutan

Diperbarui: 30 Mei 2017   16:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tikar pandan dari kreasi jari jemari pengrajin. foto dok. Yaysan Palung

Mungkin kata itu yang cocok untuk dikatakan kepada mereka para pengrajin di Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat. Dengan menganyam para pengrajin dapat menyelamatkan hutan. Atau dengan kata lain, mereka (pengrajin) memanfaatkan hasil bukan kayu tanpa harus merusak hutan.

Seperti misalnya, Ibu Vina. Semula ibu Vina (42 tahun) adalah penambang batu dan pasir yang sehari-harinya membantu suami dalam mencari nafkah. Namun kini, ia (Ibu Vina) tidak lagi bekerja menambang pasir atau pun batu. Iya, ibu Ida yang membuatnya berhenti menambang. Ibu Ida adalah sosok pengrajin yang boleh dikata mampu mengajak Ibu Vina menjadi anggota kelompoknya untuk menganyam kerajinan tikar pandan, tanpa harus merusak hutan.

Ibu Saparida nama lengkapnya yang juga berhasil mengajak Ibu Vina yang semula menambang dan kini beralih menganyam tikar pandan dan anyaman kreasi lainnya dari hasil hutan bukan kayu (hhbk) seperti tikar pandan dan ragam kreasi lainnya dari produk pandan untuk dibentuk menjadi aneka anyaman seperti tas, dompet, tempat tisu, kipas tangan, pembatas buku, anting-anting dan kalung. Selain itu ada juga produk anyaman lainnya seperti lekar, tetapi bahan bakunya dari lidi nipah.

Bapak Darwani, penganyam lekar dari lidi nipah. Foto dok. Petrus Kanisius

Ada yang menarik dari pernyataan Ibu Savina atau ibu Vina sapaan sehari-harinya. Kemarin (24/5/2017), saya berkesempatan bertandang ke rumah ibu Vina. Dalam diskusi ringan dengan Ibu Vina ada yang menarik dari perkataannya, ia mengaku, pekerjaan menganyam tidaklah seberat menambang batu dan pasir yang dikerjakan selama berhari-hari sambil berpanas-panasan. Sedangkan menganyam adalah pekerjaan yang ringan dan dapat disambil, ungkapnya lagi. Terlebih lagi penghasilan dari menganyam tikar lebih menjanjikan baginya dibandingkan menjadi penambang batu dan pasir.

Menurut saya, setidaknya pekerjaan inilah (anyaman kerajinan) yang menjadi salah satu kisah sukses para pengrajin di Kabupaten Kayong Utara (KKU). Dengan kata lain, dengan menganyam dan hasil dari menganyam mereka otomatis ada sumber pendapatan lain tanpa harus merusak hutan.

Dari hasil itu juga mereka (para pengrajin) dapat memperoleh hasil tambahan sehari-sehari dan dapat bisa menambah uang jajan bagi anak mereka yang sekolah. Belum lagi ketika saat pameran, rata-rata produk kerajinan para pengrajin dapat terjual.

Inilah stand pameran yang memajang dan menjual hasil kreasi anyaman pengrajin tikar pandan di KKU. Foto dok. Yayasan Palung

Berdasarkan data Yayasan Palung, penghasilan 29 orang pengrajin HHBK selama 4 bulan dari Januari - April 2017 mencapai Rp 13, 5 juta. “Semoga saja bisa mencapai Rp 98,3 juta seperti yang diperoleh kelompok pengrajin tersebut di sepanjang tahun 2016 – 2017”, ungkap Wendy sebagai pendamping pengrajin Yayasan Palung.

Beberapa produk hasil dari anyaman tikar pandan seperti anting-anting, gelang. Foto dok. Yayasan Palung

Menariknya lagi, para pengrajin sangat didukung oleh keluarga mereka. Tidak jarang anggota keluarganya ikut membantu mencari bahan baku pandan di hutan. Dengan demikian juga para anggota keluarga dari pengrajin ikut serta dalam mendukung konservasi lingkungan karena mereka tidak lagi harus bekerja sebagai perambah hutan.

Hingga saat ini para pengrajin di KKU terdiri dari; UKM Ida Craft; yang aktif nganyam 5 orang, 4 orang pengrajin pemula; total 9 pengrajin. UKM Peramas Indah : 5 aktif, 3 orang pengrajin pemula, total 8 pengrajin. Kelompok Karya Sejahtera : 6 aktif, 6 orang pengrajin pemula, total 12 pengrajin. Total semua pengrajin; 16 yang aktif, 13 pengrajin pemula. Jumlah keseluruhan pengrajin 29 orang.

Perwakilan pengrajin berfoto bersama dengan ketua Dekranasda KKU dan Yayasan Palung selaku yang selalu mendampingi pengrajin. Foto dok. Yayasan Palung

Dengan menganyam juga berarti merawat tradisi dan lingkungan. Tidak bisa disangkal hutan dan adat tradisi masyarakat merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dalam tatanan kehidupan sosial masyarakat disekitar hutan.

Berharap semoga para pengrajin dapat terus menganyam sebagai salah satu pilihan yang sedapat mungkin dipertahankan hingga nanti. Tetap terjaganya hutan setidaknya menjadi satu kesatuan makhluk hidup agar bisa terus berlanjut, berdampingan dan harmoni. Dengan demikian hutan bisa tetap terjaga dan lestari.

Petrus Kanisius-Yayasan Palung




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline