Saat melakukan praktek pemanenan (panen) lebah madu peserta rela bersembuyi di dalam kelambu untuk menghindari diri dari sengatan lebah. Hal inilah yang dilakukan oleh 5 Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) di Simpang Hilir, Kabupten Kayong Utara mengikuti pelatihan budidaya lebah madu secara lestari Senin (27/2) hingga Kamis (2/3/2017) pekan lalu.
Pelatihan tersebut dilakukan di dua Desa (Penepian Raya dan Ujung Said) di Kapuas Hulu, Kalbar. Kegiatan yang dilakukan selama empat hari tersebut setidaknya memberikan banyak manfaat bagi 5 LPHD yang ada di Kayong Utara. Mengingat, budidaya lebah madu bisa saja di adopsi oleh desa manapun sejatinya termasuk di Kayong Utara, potensi lebah madu secara lestari sangat memungkin dilakukan tidak hanya sebagai sumber penghasilan tetapi juga bagi keberlanjutan hutan. Demikian Ungkap Edi Rahman, dari Yayasan Palung yang juga sebagai pendamping dari lima LPHD yang ada di Desa-desa di Simpang Hilir (Desa Penjalaan, Desa Padu Banjar, Desa Nipah Kuning, Desa Pemangkat dan Desa Pulau Kumbang).
Selain itu menurut Edi, Sapaan akrabnya lebih lanjut mengatakan; dengan adanya panen lebah madu secara lestari sangat memungkinkan hutan tetap dijaga oleh masyarakat. Seperti di dua Desa (melalui Lembaga Pengelolan Hutan Desa masing-masing) masyarakat sangat sadar dengan adanya budidaya lebah madu secara lestari/masyarakat sebagian besar menggantungkan hidup mereka di sana sebagai pembudidaya lebah madu dan dikatakan sangat berhasil.
Tentu ini juga sangat mungkin dikembangkan di daerah/wilayah 5 desa yang didampingi oleh Yayasan Palung, Pelatihan yang diikuti pun tidak lain semoga desa-desa di Simpang Hilir yang mengikuti pelatihan ini dapat mengikuti jejak dua desa (Ujung Said dan Penepian Raya) tempat dimana kami belajar, ungkap Edi lebih lanjut.
Ketika panen, selain berlindung didalam kelambu, si pemanen juga harus melindungi tangan dengan sarung tangan dan melindungi muka dengan jaring dimuka agar tidak disengat. Si pemanen harus mengusir lebah-lebah yang menempel disarang dengan cara pengasapan agar lebah terbang meninggalkan sarang dan panen madu bisa aman dilakukan.
Benar saja, mayoritas masyarakat di Desa Penepian Raya dan Ujung Said adalah desa yang saat ini telah berhasil mengembangkan desanya dengan sumber penghasilan dari hasil panen lebah madu. Menurut cerita dan pengakuan masyarakat di dua desa ini, setidaknya dalam setahun masyarakat dapat menghasilkan panen dengan rata-rata 1000 kg lebah madu pertahun. Bahkan saat tahun 2013 silam, di dua desa ini bisa panen hingga 23 ton, saat panen raya. Bayangkan saja betapa besar penghasilan dari mereka yang membudidaya lebah madu. Adapun hasil dari lebah madu tergantung bunga pohon di sekitar sarang. Setidaknya kisaran harga madu saat ini di hargai Rp 120 ribu/kg, berapa besar hasil yang mereka dapatkan melalui budidaya lebah madu secara lestari ini.
Saat melakukan pelatihan, peserta dari 5 desa, Kec. Simpang Hilir, KKU melakukan beragam pelatihan seperti pelatihan pembuatan tikung (tikung; kayu yang dibuatkan sebagai tempat bersarangnya lebah madu, biasanya papan yang dibuat agak cekung sebagai rongga tempat bersarangnya lebah madu). Tikung dibuat agar lebah-lebah mau bersarang dan menghasilkan madu. Tikung dibuat dari kayu yang nama lokalnya disebut kayu cempedak air. Setelah dibuatkan tikung, selanjutnya dipasang di ranting-ranting pohon di pinggiran sungai yang tingginya kurang lebih diketinggian 1,5-2 meter.
Biasanya, 3 minggu berselang hingga satu bulan lebah madu sudah mulai bersarang dan menghasilkan madu. Dalam satu sarang, saat panen beragam pula, ada yang 2 kg-8 kg.
Masyarakat di Desa Ujung Said dan Penepian Raya memiliki pekerjaan utama adalah sebagai budidaya lebah madu secara lestari dan nelayan ikan sungai. Hampir ribuan tikung dipasang ditepian-tepian sungai oleh masyaraka di dua desa ini. Tidak mudah memang untuk menjangkau kedua daerah ini (Ujung Said dan Penepian Raya) karena harus menyusuri jalan darat dan sebagian besar menyusuri jalur sungai untuk bisa sampai ke wilayah tersebut.
Beberapa desa di Kec. Simpang Hilir, KKU seperti Desa Penjalaan dan Desa Padu Banjar LPHDnya kini telah mencoba memasang setidaknya sekitar 60 tikung di sepanjang sungai Perawas.
Hadirnya budidaya lebah madu secara lestari ini juga boleh dikata sebagai salah satu bentuk (cara) masyarakat mengelola hutan secara berkelanjutan pula. Karena dengan masih utuhnya hutan (adanya pohon/hutan) di pesisir sungai otomatis lebah madu juga ada. Semoga saja, pelatihan yang diikuti ini dapat menular (berhasil) dikembangkan di desa-desa yang ada di Simpang Hilir, KKU yang mengikuti pelatihan ini. Semoga saja...