Lihat ke Halaman Asli

Petrus Kanisius

TERVERIFIKASI

Belajar Menulis

Dongeng| Mahkotaku Melayang, Kepakku Kian Sayup

Diperbarui: 17 Januari 2017   13:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Enggang Gading di Gunung Palung. Foto dok. Tim Laman dan Yayasan Palung

Paruhku yang tak lain kepalaku, mahkotaku sebagai kebesaranku sebagai makhluk ciptaan Yang Kuasa, Patukku untuk menyuap dan memantuk makanan berupa biji-bijian atau buah hutan. Kepak sayapku untuk aku mengitari luasan hutan dimana aku boleh hinggap.

Saudaraku manusia sering menyebut paruhku sebagai mahkota yang paling indah karena terbalut warna-warni cantik seperti warna merah jingga, putih, kuning dan di sisi-sisi paruhku ada sedikit berwarna hitam. Sedangkan warna tubuhku yang tak lain juga adalah baju kebesaranku alias buluku berwarna hitam dan sedikit putih.  

Saban waktu aku menggunakan paruhku untuk memantuk biji-bijian dari buah hutan seperti buah kayu ara tidak terkecuali buah hutan yang lain yang bisa kumakan. Buah-buah hutan itu ku makan untuk mengisi perutku yang keroncong alias lapar.

Bilaku tak makan biji-bijian aku mungkin sulit bertahan di hutan belantara. Kepak sayapku aku gunakan untuk kesana kemari terbang di angkasa raya  untuk mengintip tajuk-tajuk pohon yang berbuah.

Hari-hariku bersama ragam satwa lainnya tidak terkecuali orangutan, kelempiau, kelasi, tupai juga beruang madu serta ayam hutan tak jarang bersama-sama denganku. Dengan kata lain mereka sahabat senasib sepenanggungan denganku.

Aku hinggap dari pohon satu ke pohon lainnya selain mencari makan aku juga suka bernyanyi riang sembari mengepak sayapku. Nyayianku tidak hanya aku suka bernyanyi, tetapi aku suka bertegur sapa dengan sesamaku satwa lainnya.

Kini suaraku tak lagi bunyikan nyaring-nyaring, aku takut sekarang. Ketakutanku sebenarnya ada sebabnya. Keleluasaan aku hinggap dari pohon satu ke pohon yang lain pun sudah jarang aku lakukan secara terang-terangan. Aku takut sekarang. Ketakutanku karena saudara-saudariku (keluargaku), sahabat-sahabatku banyak yang menjadi korban. Aku di sini, di hutan rimba namun tidak raya, tidak rimbun lagi.

Tajuk-tajuk pohon yang tempat ku bernaung, berdiam sebagai rumahku sudah tidak semakin berdiri kokoh. Itu bukan karena alam namun di rusak, dirampas dan dihilangkan. Kita semua pasti tahu siapa yang merusak dan siapa yang merawat tempatku bernaung.

Ancaman habitat dan populasi burung enggang. Data dok.Yayasan Palung

Aku bingung, mengapa rumahku selalu dicari namun semakin sering pula dirusak?.

Aku pun tidak tahu, harus bagaimana mempertahan rumahku?.

Aku sadar, aku tak punya kekuatan, aku hanya pasrah saja saat ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline