Lihat ke Halaman Asli

Petrus Kanisius

TERVERIFIKASI

Belajar Menulis

Si Manis Pemakan Semut Itu Kini Terancam Punah

Diperbarui: 18 Oktober 2016   19:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Si Manis javanica yang dijumpai di Bukit Tarak. Foto 2, dok. Wawan Pematang Gadung

Si Manis bersisik yang unik. Disebut unik karena hewan ini bisa menggulungkan badannya hingga bulat tak ubah seperti bola, membuat sarang di tanah dan memakan semut dan rayap. Sayangnya nasibnya kini sangat terancam punah. Mungkin ada yang tahu dan bisa menebak nama hewan yang dimaksud?

Ya, Si Manis atau dalam bahasa latinnya disebut Manis javanica yang tidak lain adalah trenggiling. Dalam Bahasa Inggris, Trenggiling disebut dengan nama Sunda Pangolin atau Malayan Pangolin.

Trenggiling atau disebut juga sebagai trenggiling biasa, merupakan hewan yang hidupnya mendiami wilayah-wilayah sekitar hutan hujan di Asia, termasuk di hutan hujan Indonesia. Di Indonesia, sebaran trenggiling adalah di Kalimantan, Sumatera dan Jawa.

Si Manis javanica yang dijumpai di Bukit Tarak. Foto 1, dok. Wawan Pematang Gadung

Di dunia, hewan yang tergolong mamalia nokturnal ini memiliki delapan spesies, empat spesies diantaranya terdapat di Asia dan empat spesies lainnya di Afrika.

Untuk menandai wilayah keberadaannya, biasanya trenggiling dengan memberikan tanda berupa kotoran dan air seninya.

Saat ini, keberadaan atau nasib Si Manis semakin laris manis sesuai namanya, karena beberapa hal salah satunya karena masih maraknya perburuan dan hilangnya habitat hidup mereka berupa hutan. Perburuan terhadap daging dan sisik trenggiling untuk diperdagangkan menjadikan hewan ini keberadaannya dari hari ke hari semakin langka hingga terancam punah.

Dari tahun ke tahun, data menyebutkan masih maraknya perdagangan dari sejak dulu hingga saat ini sangat memprihatinkan. Tidak bisa disangkal nasib dari hewan ini kian sulit bertahan dan berkembang biak di habitat hidupnya.

Si Manis javanica yang dijumpai di Bukit Tarak. Foto 3, dok. Wawan Pematang Gadung

Sebagai contoh, misalnya, hewan atau satwa yang terancam punah ini semenjak 10 tahun terakhir telah diambil kurang lebih satu juta ton dari habitatnya. Hal ini tentunya yang membuat kekhawatiran nantinya apakah trenggiling bisa bertahan hingga nanti.

Mengingat, berdasarkan data dari BBC menyebutkan: Sepanjang 2016 saja, sejumlah kasus penyelundupan trenggiling yang telah digagalkan oleh pihak kepolisian. Misalnya, pada April 2016 lalu, petugas di Medan menyita puluhan trenggiling hidup dan sekitar lima ton daging yang siap dikirimkan ke luar negeri.

Selanjutnya pada bulan Juli lalu, petugas bea cukai Surabaya berhasil menggagalkan penyelundupan 1,3 ton trenggiling beku yang akan dibawa ke Singapura. Beberapa di antaranya juga para pemburu menjual dan menyedupkan perdagangan hingga ke Negeri China.

Si Manis javanica yang dijumpai di Bukit Tarak. Foto 4, dok. Wawan Pematang Gadung

Sebagian orang mempercayai, sisik trenggiling digunakan sebagai obat yang dipercayai pula berkhasiat menyembuhkan penyakit seperti kelumpuhan. Sedangkan dagingnya diperjualbelikan untuk dikonsumsi.

Beberapa fakta tentang perburuan terhadap hewan berlidah panjang ini juga menjadi kekhawatiran bersama terkait penegakan hukum yang boleh dikata masih lemah dan cenderung diabaikan oleh para pemburu sehingga yang terjadi adalah perburuan dan perdagangan masih saja terjadi.

Dari data IUCN (International Union for Conservation of Nature) memasukkan trenggiling dalam daftar sangat terancam punah/kritis di habitatnya (Critically Endangered- CR).

Dalam daftar IUCN 2016, Trenggiling masuk dalam daftar sangat terancam punah. Foto dok. Capture data IUCN.

Di Indonesia, trenggiling merupakan satwa yang dilindungi oleh undang-undang, seperti UU No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya. Dalam undang-undang No. 5 tahun 1990 tersebut secara jelas melarang siapa untuk memelihara dan memperjualbelikan satwa dilindungi. Bagi yang melanggar ketentuan akan dipidana penjara 5 tahun dan denda 100 juta rupiah.

Tiada kata lain selain mengatakan, Stop! Perburuan dan perdagangan satwa dilindungi, terlebih satwa endemik seperti trenggiling, orangutan, bekantan, kelempiau, kelasi dan burung enggang. Jika ingin hewan ini tetap terjaga dan tidak punah. Biarkan mereka hidup bebas di alamnya, di habitatnya, yaitu hutan. Keberadaan mereka juga sebagai satu kesatuan rantai makanan yang tidak terpisahkan. Semoga satwa/hewan dilindungi (satwa langka) bisa lestari hingga nanti. Semoga saja....

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline