Memiliki bulu berwarna coklat kemerahan dan memiliki wajah berulas (bantalan pipi berkerut) kebiruan, memiliki jambul pendek sedikit berdiri. Sedidaknya itu yang menjadi ciri khusus dari salah satu spesies primata yang ada di Kalimantan, Indonesia.
Satwa ini disebut juga dengan nama lutung merah, yang dalam bahasa latinnya Presbytis rubicunda dan termasuk keluarga (famili) Cercopithecidae.
Di seluruh wilayah hutan Kalimantan dan beberapa diantaranya terdapat di Sabah, Malaysia merupakan habitat hidup dari Satwa ini.
Menariknya lagi ciri khusus dari satwa ini, sewaktu masih bayi memiliki warna keputih-putihan dengan bercak coklat dan hitam pada bagian bawah punggung dan melintang sebahu.
Seperti diketahui, biasanya lutung memiliki buru merah yang cantik. Hidup dari satwa ini adalah berkelompok, dalam satu kelompok 7-8 ekor dan dengan satu ekor jantan dewasa.
Sepanjang hari, kelasi atau lutung merah biasanya beraktivitas dan aktif di siang hari atau dalam kata lain termasuk satwa diurnal.
Si lutung merah, habitat hidupnya hutan-hutan primer dan sekunder. Tidak jarang mereka keluar dari hutan kemudian memasuki kawasan dan pemukiman warga untuk mencari makan apabila hutan tempat mereka berdiam telah rusak atau berkurang.
Adapun makanan favorit dari kelasi adalah dedaunan muda dan biji-bijian. Tidak jarang pula masyarakat yang memiliki kebun berbatasan langsung dengan kawasan hutan, si lutung merah dianggap binatang nakal dan hama yang merusak tanaman mereka.
Ada cerita unik tentang kelasi di kalangan masyarakat di daerah Kayong (KKU dan Ketapang), Kalbar, Konon kalau menertawakan kelasi mengakibatkan cuaca menjadi hujan panas, namun cerita ini tidak terkonfirmasi sejak kapan mulanya beredar.
Sampai saat ini, keberadaan populasi lutung merah di alam liar dari hari ke hari semakin terancam dikarenakan beberapa penyebab utama seperti pembukaan lahan lahan berskala besar, kebakaran hutan, perburuan dan perdagangan satwa liar.
Sementara itu, perlindungan kelasi di Indonesia mengacu pada UU no 5 tahun 1990, tentang Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem, pasal 21 ayat 2 dan pasal 40 ayat 2. yang menyatakan; Dilarang menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memilihara, mengangkut, dan memperniagakan atau memperjualbelikan satwa dilindungi atau bagian-bagian lainnya dalam keadaan hidup atau mati, tertuang dalam (Pasal 21 ayat 2). Barangsiapa dengan sengaja melakukan pelanggaran sebagaimana ketentuan dimaksud akan dikenakan penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak 100 juta rupiah (pasal 40 ayat 2).