Lihat ke Halaman Asli

Petrus Kanisius

TERVERIFIKASI

Belajar Menulis

Parodi Kehidupan yang Semakin Pintar Berperan

Diperbarui: 15 Juli 2016   16:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Alam semesta raya yang menjalar berdiri kokoh dengan tajuk-tajuknya menjuntai menilik melirik seolah kini semakin menjerit sebagai sebuah teguran yang tak kunjung pergi. Tentang parodi drama dramatis yang semakin pandai bekelakar sekaligus berperan.

Tak kenal waktu, saban hari kian terdengar jeritan bersahut-sahutan. Bersahut menyambut pagi dari sisa-sisa pembukaan area tanpa batas nan luas.

Waktunya malam tiba, tubuh tak lagi segar sesegar nafas para pembesar yang semakin gencar berkelakar merayu rumput-rumput tetangga hingga akar rumput untuk tunduk malu dan tak berdaya.

Suara bergema berpadu dengan sayup-sayup akar yang malu mengadu, menahan juga menampung si jernih pemuas dahaga penyambung nyawa bila boleh sekiranya berlanjut.

Tingkah polah, perilaku, tabiat sama saja bersatu akan kepuasan yang tak pernah puas.

Rebah, layu hingga terbakar tak luput mendera tertera dalam bulan-bulan tertentu.

Lelehan air mata dan mata air yang semula sama-sama mengalir menangis suka cita akan kesatuan untuk saling menjaga kini berubah arah dan kini sebaliknya.

Nafas sesama nafas begitu tega (me/di)rampas tanpa menegok sisa-sisa usia pemberian pencipta.

Angin perubahan begitu mudah berubah arah, beradu mengadu menyapu yang ada dan yang masih tersisa.

Resah, gelisah yang tak ubah menjadi kisah penghakiman.

Para algojo siap beradu kekuatan membela yang berkantong penuh. Tak Salah; yang benar disalahkan, yang salah dibenarkan seperti lagu menjadi nyata realita bicara itu adanya.    

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline