[caption caption="Anak burung enggang yang dipelihara masyarakat-foto dok. Yayasan Palung, Sept 2014"][/caption]Dari Dulu sampai saat ini, acap kali burung enggang atau rangkong, kangkareng, ruik, tingang, tajak, julang adalah beberapa jenis sebutan yang disematkan untuk burung endemik ini semakin jarang dijumpai di hutan, demikian juga mendengar riuh kepak sayap semakin sayup saja. Kini, kepak sayap 13 jenis Rangkong yang terdengar kian sayup terdengar karena beberapa sebab terjadi.
Capture data dari data postingan di mongabay.co.id. berita tentang Nasib Kelam Rangkong, Antara Perburuan dan Jasa yang Terlupakan
Sebab mengapa kepak sayap mereka jarang terdengar, tidak berlebihan kirannya disebabkan oleh berbagai ancaman yang terjadi di habitat hidupnya di hutan tropis seperti di Kalimantan, Sumatera dan Sulawesi.
Beberapa penyebab dari kepak sayap kian sayup terdengar antara lain karena;
Hilangnya habitat (tempat hidup) berupa hutan sudah semakin sedikit akibat kalah bertahan untuk alih fungsi lahan. Tidak bisa disangkal, habitat hidup mereka berupa hutan semakin sempit atau sedikit banyak yang telah berubah menjadi perkebunan, pertambangan, pertanian dan pemukiman masyarakat skala besar.
Perburuan yang masif untuk pengambilan paruhnya menjadi persoalan (ancaman) utama mengapa burung ini semakin langka dan populasinya semakin menurun. Celakanya perdangan di pasar gelap secara online masih saja marak terjadi, akibat peminat yang semakin menjamur menampung.
Beberapa kejadian (kasus-kasus) yang terjadi tidak membuat jera pelaku, indikasinya karena hukum belum maksimal.
[caption caption="Paruh enggang disita. Foto dok. Data dari laman mongabay.co.id dan Indonesia Hornbill Conservation Society (IHCS)"]
[/caption]Data dari Indonesia Hornbill Conservation Society (IHCS) selama 2013, total sebanyak 2.343 paruh rangkong yang berhasil disita di Indonesia, di Tiongkok, dan Amerika Serikat, (data dikutip dari laman Antaranews.com).
Rekam jejak ancaman populasi Rangkong (enggang) di Tanah Kayong (Kabupaten Ketapang dan Kabupaten Kayong Utara, dapat dilihat disini.
Berkaca kepada tata peraturan undang-undang no 5 tahun 1990 tentang keanekaragaman hayati dan satwa dilindungi menyatakan tegas tentang sanksi. Namun, beberapa kasus yang terjadi belum membuat pelaku kapok atau jera. Hukum 5 tahun penjara dan denda 100 juta rupiah, hampir dipastikan atau dirasa tidak (belum maksimal diterapkan). Kasus-kasus yang ditangani dipandang masih ringan (belum sesuai dengan patokan hukum). Kasus perdagangan, perburuan, pemiliharaan masih atau semakin marak saja terjadi dari tahun ke tahun.
[caption caption="Paruh Enggang yang diburu oleh para pemburu. foto dok. Yayasan Palung, Nop 2014"]
[/caption]Kegelisahan dan kecemasan akan keberadaan Rangkong diambang kepunahan semakin terlihat. Hutan yang tersisa kian menipis, berbagai langkah untuk menyelamatkan begitu gencar dilakukan. Apakah ini akan didukung dan menimbulkan kesadaran sepenuhnya oleh para pencari paruh rangkong yang semakin merajalela untuk tidak lagi memburu dan berdagang nafas hidup dan bagian-bagian burung endemik ini.