Lihat ke Halaman Asli

Subhan Riyadi

TERVERIFIKASI

Abdi Negara Citizen Jurnalis

Pelaku Perdagangan Satwa Liar Dilindungi melalui Medsos, Dijebloskan ke Penjara

Diperbarui: 29 Februari 2024   11:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dua pelaku perdagangan Satwa Liar Dilindungi Dijebloskan ke Penjara (Dokpri/Gakkun Sulawesi)

Pelaku perdagangan satwa liar dilindungi adalah mereka yang secara ilegal memperdagangkan spesies hewan yang dilindungi oleh undang-undang. Ini termasuk pemburuan, penangkapan, dan perdagangan spesies yang terancam punah atau dilindungi karena alasan konservasi.

Pelaku perdagangan Satwa Liar Dilindungi dijerat Pasal 40 Ayat (2) Jo Pasal 21 Ayat (2) huruf "a" Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pelakunya terancaman hukum penjara maksimal 5 tahun dan denda maksimal Rp 100 juta.

Pesatnya perkembangan teknologi, media sosial menjadi tempat jualan yang efektif.

Ya, media sosial telah menjadi platform yang digunakan oleh beberapa pihak untuk menjual perdagangan sarwa liar yang dilindungi. Hal ini merupakan masalah serius karena dapat meningkatkan perdagangan ilegal dan membahayakan keberlangsungan spesies-spesies yang terancam punah. Banyak platform media sosial telah mengambil langkah-langkah untuk memerangi aktivitas ilegal ini dengan menetapkan kebijakan yang melarang penjualan barang-barang ilegal, termasuk barang-barang yang berasal dari perdagangan sarwa liar yang dilindungi. Namun, tetap diperlukan kerja sama dari pihak-pihak terkait dan masyarakat untuk mengawasi dan melaporkan aktivitas ilegal semacam ini.

Perbuatan tidak manusiawi tersebut dilakukan dua remaja yang berasal dari Makassar dan Jeneponto. Dua pelaku perdagangan satwa liar dilindungi tersebut berinisial SJ (47) alamat Kelurahan Wajo Baru, Kecamatan Bontoala, Kota Makassar dan FN (22) alamat Dusun Tiu, Desa Pallantikang, Kecamatan Rumbia, Kabupaten Je'neponto, Provinsi Sulawesi Selatan di Makassar, Sulawesi Selatan.

Bukan kaleng-kaleng, dari menjual burung-burung yang tidak berdosa tadi, meraup cuan menggiurkan. Kepada petugas keamanan Gakkum KLHK Sulawesi mengaku menjual burung tersebut bervariasi, untuk jenis burung nuri kepala hitam Rp. 1.500.000. Untuk jenis burung nuri pelangi harga antara Rp. 400.000 sampai Rp. 500.000. Untuk jenis perkici dora dengan harga Rp. 300.000 rupiah per ekornya.

Dua pelaku perdagangan satwa liar dilindungi berhasil ditangkap
Tim keamanan KLHK Wilayah Sulawesi pada Jumat (16/02/2024) kemarin.

Petugas keaman KLHK Sulawesi melakukan penangkapan secara terpadu antara Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat Brigade Anoa Makassar, Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi bersama Direktorat Reserse Kriminal Khusus POLDA Sulawesi Selatan dan BBKSDA Sulawesi Selatan.  

Dari penangkapan kedua pelaku tersebut, petugas keamanan KLHK Sulawesi berhasil mengamankan barang bukti sebanyak 56 ekor satwa liar dilindungi berupa burung, yang terdiri dari 6 ekor jenis burung perkici dora (Trichoglossus ornatus), 1 ekor jenis burung kasturi kepala-hitam (Lorius lory), 1 ekor jenis burung tiong emas (Gracula religiosa) dan 2 ekor jenis burung Unidentified (diduga perkawinan silang antara jenis Lorius lory dan Trichoglossus haematodus) dalam keadaan hidup. Mirisnya, 46 ekor burung jenis perkici dora (Trichoglossus ornatus) dalam keadaan mati mengenaskan.

Dari hasil pemeriksaan penyidik KLHK, diketahui bahwa satwa burung tersebut berasal dari Daerah Ampana, Kabupaten Tojo Una Una, Provinsi Sulawesi Tengah dikirim menggunakan mobil wuling tujuan menuju Jl. Kubis, Kelurahan Wajo Baru, Kecamatan Bontoala, Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan. Setelah membeli dari daerah Ampana Sulawesi Tengah, tersangka SJ (47) kemudian menjualnya kembali melalui platform media sosial facebook.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline