Sambung Rasa Sesama Kompasianer Bertemu di Jogjakarta (dokpri)
Tanggal 23 Juli 2018 kami berangkat dari Ngawi menuju D.I. Yogjakarta demi memenuhi nazar kepada dua anak saya. Pukul 14.00 WIB siang kami memasuki wilayah Ngayogjokarto, lebih tepatnya turun di terminal Giwangan. Sejenak istirahat di terminal untuk menghilangkan penat sekalian makan siang.
Cerita sebelumnya, ketika turun dari bus jurusan Ngawi-Solo-Jogjakarta, dari Ngawi menuju Solo naik bus Eka. Sebelum memasuki Terminal Solo. Kondektur Bus Eka mengalihkan penumpang jurusan Jogjakarta menggunakan armada bus Mira yang memang satu perusahaan ini.
Singkat cerita, sesampainya di Terminal Giwangan, kami bergegas menuju toilet "UMUM" buat membuang air kecil. Ternyata tulisan Toilet "UMUM" dikenai biaya Rp. 2000, mandi Rp. 5000, kami pun membayar sesuai tarif.
Menurut pendapat saya, yang namanya UMUM itu bukankan tidak dipungut biaya alias Gratis. Akan lebih pas tulisan tersebut dihapus lalu diganti menjadi Toilet pribadi digunakan secara umum dan dikenai biaya. Urusan tarif terserah yang punya Toilet.
Terkait Umum tadi, setelah makan siang, bekal dari orang tua. Tak lupa kami minum air mineral kemasan dalam gelas, sisanya saya gunakan untuk cuci tangan sedikit dengan memanfaatkan lantai toilet, maksudnya agar lantai terminal Giwangan tidak basah. Ehh..saya malah mendapat perlakuan kurang simpatik dari penjaga penjara, eh salah tulis penjaga Toilet "UMUM".
"Cuci tangan bayar!" Kata salah satu penjaga Toilet Umum lirih kepada temannya. Tak saya hiraukan gertakan mereka, saya pun sempatkan mencuci tangan menggunakan sisa air minum kemasan dalam gelas. Akhirnya, urung saya cuci tangan dan memilih mencuci di jalur kedatangan bus yang lebih ramah terhadap penumpang yang datang ke Yogjakarta.
Dalam hati berkata, "masa, cuci tangan pake air kemasan dilantai saja harus bayar."
Kenyamanan kami sebagai wisatawan lokal kembali terusik akibat ulah beberapa jasa ojek terminal Giwangan, menjajakan jasa dengan sedikit memaksa. Pertama kami ditanya mau kemana, kami menjawab mau ke Jalan Dagen ingin bermalam di Hotel Salak 4. Kedua, sambil setengah memaksa jasa ojek ini menganjurkan ke tempat lain. Sebab katanya Dagen itu dekat Sarkem (Pasar Kembang), terus urusan saya dengan Sarkem apa? Kok bawa-bawa nama Pasar Kembang. Ini yang membuat saya sedikit emosi terhadap bapak-bapak jasa ojek tadi.
Justru cara itu tidak mereka lakukan kepada wisatawan asing. Hal tersebut bisa dimaklumi karena orang asing ini menguntungkan Indonesia, khususnya D.I. Yogjakarta. Selain harga tinggi, pada waktu itu tidak nampak petugas resmi terminal menghampiri kami buat dimintai data dan informasi tempat penginapan.
Saking kesalnya, kami menolak dan lebih memilih naik trans Jogja yang memiliki pegawai luar biasa ramah, juga menjelaskan rute-rute perjalanan trans Jogja secara gamblang, tidak asal njeplak (asal bunyi). Tak butuh waktu lama, tibalah kami di halte Dagen.