Lihat ke Halaman Asli

Subhan Riyadi

TERVERIFIKASI

Abdi Negara Citizen Jurnalis

Taman Bungkul Destinasi Wisata Muda Mudi Masa Kini

Diperbarui: 20 Juli 2018   15:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok.pribadi

Menikmati malam pertama di kota Surabaya begitu banyak perubahan, terutama sejak dibawah kendali Risma Trimaharini, sebagai Walikota Surabaya. Kota Pahlawan ini tertata apik dan aman dari ancaman premanisme.

dok.pribadi

Sudah rahasia umum bahwa dahulu Surabaya merupakan sarang penyamun bagi pendatang. Pasalnya kapan pendatang yang belum tahu jalan akan "dipaksa" mengeluarkan sesuatu yang mereka inginkan.

Tidak lupa saya dan kedua anak saya diantar dua adik ipar mengabadikan icon kota Surabaya Provinsi Jawa Timur ini berupa  dua patung hewan buas yaitu, Sura dilambangkan sebagai hewan hiu putih dan buaya. Disana kami berpotret bersama mengabadikan momen yang belum tentu akan terjadi lagi.

dok.pribadi

Dirasa cukup  adik ipar saya menganjurkan  mengabadikan momen di salah satu taman idaman anak-anak muda berpacaran, orang tua dan keluarga  berpose di Taman Bungkul Surabaya, pada Rabu, 18 Juli 2018.

dok.pribadi

Di taman bungkul tersebut tersimpan rapi sebuah sejarah tokoh Islam besar berupa makam Mbah Bungkul atau Sunan Bungkul. Keberadaannya tersembunyi dibalik keramaian Taman Bungkul.

dok.pribadi

Letak komplek Bungkul menyimpan misteri kesejarahan yang tak mudah diungkap. Sebuah hikayat menyebutkan Mbah Bungkul atau Sunan Bungkul adalah Empu Supa, seorang tokoh masyarakat dan agama pada masa kerajaan Majapahit di abad 15.

Ia adalah tetua desa Bungkul, yang sekitar 600 tahun lampau pernah disinggahi Raden Rahmat atau Sunan Ampel kala menempuh perjalanan dari Trowulan Majapahit menuju Kalimas di Ampel Denta. Ki Supa kemudian memeluk agama Islam dan berganti julukan menjadi Ki Ageng Mahmudin. Karena menghuni desa Bungkul, Ki Supa akhirnya lebih dikenal dengan Sunan Bungkul.

Hubungan kedua sunan itu pun berlanjut hingga kemudian Sunan Bungkul menjadi mertua Raden Rahmat. Karena ikatan itu pula, upaya Sunan Ampel menyebarkan agama Islam menjadi lebih cepat berkembang, terutama di wilayah Surabaya Selatan.

Mbah Bungkul pun kini diyakini sebagai salah satu wali besar di Surabaya. Peziarah yang berkunjung ke makam Ampel pasti terlebih dahulu akan berkunjung ke komplek makam yang berada di Jalan Progo ini. Bukan ke komplek Makam Sunan Ampel baru ke Makam Sunan Bungkul, itu menurut juru kunci makam yang juga diamini petugas parkir taman bungkul Surabaya.

dok.pribadi

Sebelum pulang saya iseng bertanya kepada juru kunci makam, "dimana saya bisa  dapatkan sejarah Sunan Bungkul, setidaknya brosur, sebagai oleh-oleh dirumah." Kuncen atau juru kunci tersebut menjawab, "Sejarahnya sudah tidak ada mas, dibawa Pemerintahan Belanda." Saya pun akhirnya, kehabisan kata-kata dan permisi pulang. Guna melengkapi ziarah, saya meminum air putih didalam kendi yang disediakan kuncen Makam, bagi para peziarah.

Usai lelah mengitari Taman Bungkul juga ziarah makam Sunan Bungkul, kami mencicipi kuliner khas Sidoarjo, yang diberi nama Lontong Kupang. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline