Lihat ke Halaman Asli

Subhan Riyadi

TERVERIFIKASI

Abdi Negara Citizen Jurnalis

BRT Gulung Tikar, "Preman" Jalanan Menjalar

Diperbarui: 17 Februari 2018   09:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

BRT Gulung Tikar, "Preman" Jalanan Menjalar (dokpri)

Wacana penghentian operasional BRT (Bus Rapid Transid) disebabkan Perum DAMRI merugi mengelola biaya operasional dan terbersit niatan mengembalikan armadanya ke Jakarta adalah "kemunduran" tata kelola transportasi di kota Makassar, sekaligus berita duka bagi sebagian pengguna BRT.

Hal ini akan menambah kesemrawutan moda transportasi yang dipadati angkutan umum (pete-pete), taksi argometer, taksi berbasis aplikasi online, kembali menggeliat memadati kota Daeng. Para pemangku kepentingan harus segera bertindak mencarikan solusi akan keberadaan kendaraan "raksasa" berwarna biru tersebut sebelum benar-benar gulung tikar.

Pasalnya kepadatan transportasi umum akan melebar luas menambah polusi. Berhentinya armada BRT berpengaruh signifikan terhadap infrastruktur yang terbangun milyaran rupiah nilainya. Ini peluang bagus bagi bakal calon Kepala Daerah yang akan bertarung di Pemilihan Kepala Daerah berani andil mengatasi kerugian operasiinal Perum DAMRI di Kota Makassar.

Setidaknya visi misi memperbaiki transportasi di Makassar, akan berpengaruh terhadap elektabilitas kandidat untuk mendulang suara, tanpa harus muluk-muluk mengumbar janji surga. Berikutnya isu lingkungan hidup dan kehutanan wajib diambil sang bakal calon kepada daerah tanpa harus mengumbar citra.

Bukan hanya saya, tentu banyak yang kecewa atas berhenti beroperasionalnya BRT di kota Makassar. Apalagi masyarakat yang terbiasa menggunakan jasa transportasi BRT. Dampak utama dari "gulung tikar", biaya pengeluaran membengkak hanya sekedar untuk jalan-jalan akhir pekan.

Semisal, saat bepergian ke Mall Panakkukang hanya dikenai tarif Rp. 5000,- ongkos pulang pergi hanya Rp. 10.000,-. Sebaliknya, ketika saya pergi mengendarai pete-pete dengan tujuan yang sama plus ngetem sembari mencari penumpang lain, biaya transportasinya membengkak tiga kali lipat.

Mulai dari pete-pete jurusan Sudiang-Sentral tarifnya Rp. 5000,- lalu untuk ke sana beralih pete-pete kode 07- jurusan Kampus Unhas-Jalan Daeng Sirua membayar Rp. 5000,- kemudian berhenti dekat perempatan menuju MP, menyambung naik becak kayuh/bentor dan melakukan penawaran, setidaknya dikenai tarif Rp. 20.000,- sampai Rp. 25.000,- total biaya transportasi pulang pergi berkisar Rp. 30.000,- hingga Rp. 35.000. Pepatah bijak mengatakan "besar pasak dari pada tiang."

Bus Rapid Transit (BRT) lebih bagus, aman, dan nyaman dari pada menggunakan transportasi umum konvensional (pete-pete). Kesabaran penumpang menunggu BRT yang datang menjadi kelemahan.

Percayalah tatkala BRT benar-benar ditarik ke Jakarta, preman jalanan di kota Makassar kian menjalar kemana-mana sebagai ungkapan "Merdeka" atas matinya BRT yang dikelola Perum. DAMRI Makassar.

Tidak hanya Perum DAMRI yang merugi, tetapi banyak pengguna yang menyesal akan gulung tikarnya kendaraan manusiawi BRT. Ini menjadi peluang manis bagi konstituen memberi solusi, demi mendulang suara.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline