Lihat ke Halaman Asli

Subhan Riyadi

TERVERIFIKASI

Abdi Negara Citizen Jurnalis

Punya Sambilan Memulung Sampah, Polisi ini Hasilkan 40 Juta Rupiah per Bulan

Diperbarui: 8 Juli 2017   19:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(sumber gambar: http://wow.tribunnews.com/

Zaman edan sekarang ini, nyaris tidak bisa dipercaya jika masih ada seorang polisi bersusah payah mencari penghasilan dengan memulung sampah. Biaya hidup menjadi pengayom masyarakat meski pangkatnya bukan jenderal sudah dipelihara oleh negara. Bukankah lebih cepat mencari keuntungan dari pengurusan Surat Izin Mengemudi (SIM) ketimbang memulung sampah. Rupanya di tengah isu miring tentang institusi kepolisian, tidak menggoyahkan iman anggota Satlantas Polrestabes Makassar untuk melakukan pungutan liar (pungli).

Memilah sampah menjadi pilihan Agus Widodo untuk mengisi waktu senggang di antara tugas sebagai polisi. Dengan menjadi entrepreneurship sampah, pria asal Wonogiri ini menghasilkan Rp 40 juta per bulannya. Luar biasa! Ini tentu banyak mengundang decak kagum bahkan sekaligus mengalahkan gaji seorang presiden.

Sebagaimana kita ketahui, saat ini banyak orang berpendapat bahwa mencari yang halal saja susah, apalagi yang haram. Pilihan Agus Widodo memilih mencari rejeki secara halal dengan memulung sampah patut mendapat apresiasi. Sosok Agus mematahkan, mitos susah mencari rezeki yang halal apalagi haram. Rutinitas Aiptu Agus Widodo bertugas di gerai SIM Satlantas Polrestabes Makassar di Basement Trans Studio Mall Makassar, Jalan Metro Tanjung Bunga, Makassar, Sulawesi Selatan seperti diberitakan Tribunnews.com.

Sampah selama ini merupakan musuh bagi mereka yang diperbudak jabatan. Untuk menyentuh bau sampah pada ogah, apalagi mengumpulkannya. Pria kelahiran Wonogiri tersebut sukses menjalani dua profesi sekaligus, yakni anggota polisi dan bos pengepul sampah. Menjalani dua profesi ini tidak menjadi beban, atau menjatuhkan kehormatan dirinya sebagai pelayan masyarakat dibagian surat izin mengendarai kendaraan.

Apel pagi pukul 06.00 WITA beraktivitas sebagai polisi. Setelah apel, ia melanjutkan tugas mengatur arus lalu-lintas di jalan raya Kota Makassar sampai pukul 07.30 WITA. Lewat waktu tersebut untuk memanfaatkan waktu luangnya Agus memanfaatkannya dengan mengepul sampah olahan. Sampah yang ia kumpulkan itu berada di pinggir kanal Jalan Hertasning, Kecamatan Rappocini, Makassar.

Memulai menjalani profesi pengepul sejak awal tahun 2000. Hasil dari berbisnis sampah olahan mampu menafkahi keluarga dan biaya pendidikan anak-anaknya sekaligus membuka lapangan pekerjaan bagi orang lain dengan mempekerjakan sejumlah 7 orang. Bukan hanya lapangan pekerjaan ia ciptakan. Dari usaha ini rumah dan lahan untuk mengumpulkan sampah mampu dibelinya.

Dahulu, saat Agus, isteri dan anaknya tinggal di asrama polisi. Saat itu, semuanya serba pas-pasan dan terbatas. Karena mempunyai rencana untuk masa depan keluarganya, Agus pun menjajaki bisnis yang diawali berdagang kain tahun 1998. Usaha itupun hanya berlangsung setahun. Tak henti sampai di situ, awal tahun 1999 bapak dari tiga orang anak itu kembali melakoni bisnis kayu, namun karena dinilai menganggu kerjanya sebagai polisi, Agus memutuskan untuk berhenti bisnis kayu. Setelah mengalami dua kali kegagalan dalam merintis usaha, Agus sempat rehat berbisnis. Karena komitmen dan telah berjanji untuk menyejahterahkan kelurganya, Polisi ini tanpa malu kembali mencoba peruntungan dengan menjadi pengepul.

Awal menjadi pengepul, ia buang rasa malu, jijik, hingga Agus harus peras keringat dan tahan dari bau sampah serta menahan sengatan terik matahari. Layaknya petugas kebersihan Pemkot Makassar, Aiptu Agus Widodo sampai saat ini tidak malu memungut sampah meski di depan umum. Bagaimana tidak, setelah melaksanakan tugasnya sebagai polisi, ia melanjutkan profesinya mengumpulkan sampah. Waktu itu ayah dari tiga anak ini masih bermukim di asrama polisi Toddopuli.

Di mata Aiptu Agus, sampah itu ia samakan dengan uang. Selain bisa dijadikan uang, dirinya secara tidak langsung turut membantu pemerintah Kota Makassar, yang memilki jargon, "Makassar ta' tidak rantasa" atau Makassar tidak jorok. Lihat Sampah Ambil (LISA) menjadi ikon kota Makassar. Merujuk kedua jargon tersebut menjadi motivasi tersendiri baginya. Tanpa rasa risih ia kumpulkan sendiri sampah-sampah di jalanan dimulai dari botol pecah berwarna coklat, botol sisa air mineral, besi tua, seng bekas, kardus, koran bekas, dan plastik.

Karena sampah yang ia kumpul jumlahnya banyak, dan menghasilkan bau. Ia pun mencari lahan kosong untuk di sewa. Usahanya yang kian sukses, membuat tabungannya terkumpul. Untung itupun dibelikan lahan kosong untuk meningkatkan bisnisnya. Seiring berjalnnya waktu, tahun 2007 Agus kembali membeli rumah dan pindah dari Asrama Polisi. Selain rumah, Agus juga sudah memiliki dua mobil. Satu dipakai untuk bisnis, dan satunya dipakai operasional kesehariannya untuk ke kantor.

Usaha yang dirintis pria asal Jawa kelahiran Wonogiri tahun 27 Agustus 1974 ini bisa mengumpulkan sampah sampai 70 ton sebulan. Omset dari sampah ini mencapai Rp 40-an juta perbulan. Sampah milik Agus sendiri pun di kirim ke Surabaya dan Jakarta.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline