(dokpri/subhan)
Wisata ke “Gunung Nona” bermula dari perjalanan dinas selama tiga hari mulai tanggal 9-11 Mei 2017. Perjalanan ini dalam rangka membuktikan penemuan katak dalam bahasa lokal disebut todan berukuran raksasa, konon beratnya mencapai 1,6 Kg yang diposting ke sosial media oleh Darussalam, pemuda asal Desa Buntu Mondong Kecamatan Buntu Batu. Kami tim pertama mengunjungi lokasi todan. sementara media online hanya melalui konfirmasi via sambungan telephon dan tidak menutup kemungkinan akan banyak para pakar dan media berdatangan untuk melihat secara langsung.
Sebagai langkah antisipasi, pihak keamanan daerah setempat sudah ada perintah dari Komandan Kodim Makassar untuk mengawasi habitat todan agar tidak disalahgunakan oleh orang-orang yang tidak berkepentingan, sehingga mengakibatkan terganggunya ekosistem. Sebagai Kepala Dusun Kaisar P. berkeinginan untuk melestarikan dan membudidayakan populasi todan agar tetap terjaga kelestariannya.
Habitat todan ini hanya berkembang biak berdaerah lembab diantara aliran sungai berarus sedang, dengan kondisi air yang cukup jernih. Keberadaan todan mengindikasikan bahwa alam di Lereng Gunung Latimojong masih bersih, belum “terlalu” tercemar limbah dan sampah. Mengapa? Apabila kejernihan sungai tercemar dan rusak akibat perambahan lahan, dipastikan todan akan “mengungsi” dan mati.
Penemuan todan raksasa habitat aslidi Dusun Gurah Kelurahan Buntu Mondong Kecamatan Salukanan Kabupaten Enrekang. Todan terbilang biasa bagi mereka, nyatanya saat ini keberadaan todan berukuran raksasa sudah mulai terancam punah, akibat perburuan manusia. Disebabkan belum ada regulasi yang melindungi fauna bernama latin Limnonectes grunniens.Lantas temuan ini, kenapa tidak segera dilindungi?.
Setelah dirasa cukup, kami berempat pulang kembali menuju Makassar. Tidak lupa kami mengunjungi objek wisata alam Buttu Kabobong paling populer di Bumi Massenrempulu. Buttu Kabobong berjarak sekitar 16 km dari Kota Enrekang arah utara menuju Tana Toraja. Lokasi tepatnya berada di Dusun Kotu, Desa Bambapuang, Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang, salah satu Kabupaten yang berjarak sekitar 240 km di sebelah utara Kota Makassar, Ibukota Propinsi Sulawesi Selatan.
Jangan pernah menyebut diri pernah datang ke Kabupaten Enrekang jika tidak mengenal Buttu Kabobong atau akrab dengan sebutan “Gunung Nona”terletak di Kecamatan Anggereja Kabupaten Enrekang ini memang memiliki bentuk unik dan eksotis. Mendapatkan julukan “Gunung Nona” adalah keunikan bentuknya. Ya, unik karena berbentuk menyerupai vagina (organ vital wanita). Dalam bahasa lokal, ”Buttu” berarti gunung, sedang “Kabobong” berarti organ vital wanita. Sehingga gunung yang secara alami terbentuk sering juga disebut “Erotic Mountain” oleh wisatawan mancanegara.
Buttu Kabobong sejak dulu menjadi ikon yang melekat pada Bumi Massenrempulu, Enrekang. Cuaca cukup panas mungkin disebabkan perubhan iklim begitu ekstrem di sekitar gunung yang berada di atas ketinggian 500 mdpl ini, ditambahkan aliran sungai di kaki bukit Buttu Kabobong, menambahkan indah panorama yang tercipta. Jika lama-lama menyaksikan keindahan Buttu Kabobong, seringkali ada pengunjung lain bercanda dengan mengatakan bahwa Buttu Kabobong ibarat aurat wanita yang tidak haram dipandang.
Di salah satu objek wisata baru ini, terdapat wahana katapel, hanya saja keberadaan wahana tersebut perlu ditambah beberapa safety termasuk tim rescue professional, agar keselamatan wisatawan yang akan menjajal keseruannnya keselamatannya terjamin, berdo’alah terlebih dahulu sebelum diayunkan. Bagi wisatawan yang ingin mencoba tantangan ini, cukup membayar Rp. 15.000,- sekali ayun. Selain wahana ekstrim tersebut, ada pula spot-spot menarik untuk berfoto. Lokasinya sangat cocok untuk anak muda yang senang mengunggah gambar ke instagram, facebook dan jejaring sosial lainnya. Saya cukup senang menikmati pemandangan eksotis ini.
(dokpri/subhan)
Tempat wisata yang terbilang baru ini dikelola anak-anak muda kreatif biasa disebut Laskar Bambapuang, di Dusun Pulauan, Desa Bambapuang Kecamatan Aggeraja, Kabupaten Enrekang. Sangat disayangkan di tengah eksotisme pemandangan alam gunung nona lagi-lagi tatapan mata saya tertuju pada sesuatu diluar dugaan. Timbul rasa kecewa, dimana-mana kami mendapati sampah-sampah sisa botol kemasan. Sampah di lokasi tersebut begitu menciderai keindahan alam sekitarnya. memang lokasi obyek wisatanya berliku menyusuri bukit sehingga menyulitkan petugas membersihkan sampah sisa pengunjung. Dibutuhkan kerjasama yang baik antara petugas atau pengelola wisata dengan pengunjung juga para pedagang, namun demikian tetap saja merusak images sebagai objek wisata alam. Sampah merupakan momok yang menakutkan, ini tak lepas dari ulah kita sendiri membuang sampah sembarangan.