Lihat ke Halaman Asli

Subhan Riyadi

TERVERIFIKASI

Abdi Negara Citizen Jurnalis

Hari Bumi, Cukupkah dengan Retorika?

Diperbarui: 22 April 2017   23:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(dokumen pribadi/subhan)

Belum lama kita memperingati Hari Kartini 21 April, kini kita kembali disuguhkan dengan peringatan yang tak kalah penting, dimana setiap tahunnya pada tanggal 22 April diperingati sebagai Hari Bumi. Kedua hari besar tadi sama-sama jatuh di bulan April. Orang pada antusias memperingati Hari Kartini, terutama kaum wanita akan keberaniannya mendobrak perbudakan dan kawin paksa terhadap wanita biasa disebut emansiapsi wanita. Tepat kiranya dikatakan emansipasi wanita bermula dari Kartini.

Anehnya, justru di kampung atau pedesaan kawin paksa masih biasa kita jumpai, hal ini dikarenakan orang tua tempo dulu berfikiran sempit, mempunyai anak perempuan segera dinikahkan, apalagi yang menikahinya keluarga terkaya di kampungnya, buru-buru tanpa meminta pendapat sang anak demi masa depannya langsung dinikahkan begitu saja. Tradisi tersebut sangat bertolak belakang dengan perjuangan Kartini, takut tidak laku, perawan tua alasan lain orang tuanya menikahkan anak perawannya di usia muda.

Tak kalah penting sebenarnya masa depan anak-anaknya dalam mengenyam pendidikan yang layak, agar tidak mudh dibodoh-bodohi, ditipu daya demi sesuatu sifatnya sementara, budaya ini tidak semudah membalik telapat tangan. Mahalnya biaya pendidikan kendala tersendiri untuk melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih baik, sudah seharusnya pemerintahan sekarang ini jangan terlalu banyak mengumbar janji kampanye demi mendulang suara. Antusiasme peringatan Hari Bumi juga harus ditunjukkan manusia sebagai makhluk hidup. Perlu kita sadari bersama bahwa tanpa adanya planet bumi tempat kita bernaung, mustahil akan ada kehidupan termasuk Kartini.

Pepatah dimana ‘bumi dipijak disitu langit dijunjung’ merupakan peringatan bahwa Bumi merupakan karunia Alloh SWT terbesar untuk dihuni  para makhluk hidup seperti hewan, tumbuh-tumbuhan dan manusia itu sendiri, kita tidak boleh egois menikmati planet ini. Akan tetapi manusia terkadang lupa diri dengan menyakiti dan melukai bumi, tidak salah jika manusia dikatakan sebagai virus terbesar bagi keselamatan  planet ini. Semakin meningkat  pertumbuhan penduduk maka virus ini kian mengancam keselamatan bumi menjadikannya terpuruk oleh parasit bernama manusia.

Tentu kita ingat lantunan lagu bang Ebiet G. Ade “mungkin alam mulai bosan bersahabat dengan kita, yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa.”  Menurut pendapat saya, yang benar, ”manusia mulai bosan bersahabat dengan alam, yang selalu MERUSAK dan bangga akan dosa-dosa.”

Anggap saja bumi sebagai sebuah tubuh yang awalnya sehat lalu tiba-tiba terjangkiti berbagai penyakit komplikasi. Misalnya, illegal logging, tambang, buang sampah sembarangan, memaku pohon, pembakaran hutan, itu sama halnya tubuh manusia terinveksi penyakit menyebabkan tubuh terasa menyakitkan. Polusi Udara, pencemaran sungai, sama halnya terjadi penyumbatan pembuluh darah akibat terjadinya penumpukan lemak akibat aktivitas yang merusak sistem sisrkulasi bumi, sehingga pembuluh darah tersumbat. Pucat pasi dan tidak sehat kondisi bumi saat ini, kurang lebih seperti itulah apa yang dirasakan bumi.

Sesungguhnya manusia itu relatif bermental buruk. Salah satunya berwatak perusak (al-fasid). Sekarang tinggal manusianya saja, mampu dan maukah menggunakan akalnya untuk melestarikan lingkungan dan tidak merusak alam? Jawabannya ada pada diri manusia itu sendiri.
Sebagaimana yang dituliskan Firman Allah QS. Ar-Rum: 41 “Telah nampak kerusakan didarat dan dilaut akibat ulah tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (kejalan yang benar).”Lantas, dimana kepedulian kita terhadap bumi, sudah merasa cukupkah dengan cara retorika?.

Tidak kalah penting umat islam harus antusias menyambut Peringatan Hari Besar Islam Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad SAW menunggu di depan mata kita pada tanggal 24 April 2017.

Makassar, 22 April 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline