Lihat ke Halaman Asli

Subhan Riyadi

TERVERIFIKASI

Abdi Negara Citizen Jurnalis

Sunardi, Penjual Kue Buroncong Asal Kediri yang Mengispirasi

Diperbarui: 26 Maret 2017   21:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(dokpri/subhan)

Sunardi, pria asal Pare-Kediri ini hijrah ke Makassar pada April 2016. Awal kedatangannya berprofesi sebagai pembuat air tahu dari sari keledai dan tinggal bersama temannya di daerah Kaemba Patte’ne Makassar. Sedangkan istri di Jombang Jawa Timur berprofesi sebagai buruh pabrik sepatu.

Tidak bisa terbayang meninggalkan seorang anak yang masih duduk dibangku kelas 2 Sekolah Dasar dan seorang isrti demi mencari peruntungan di kota Makassar. Dari penuturan Sunardi, memilih profesi sebagai penjual kue buroncong karena saat itu musim penghujan dan tidak ada pemasukan dari hasil menjual air tahu. Setelah berkutat dengan teman penjual buroncong asal Makassar, Sunardi penasaran dan belajar membuat adonan buroncong. Di rasa mahir akhirnya berusaha sendiri sekaligus banting stir mendalami kuliner buroncong sebagai penyambung hidup merupakan alasan realistis di perantauan.

Cerita inspiratif diatas bermula ketika saya ingin membeli kue baroncong khas Makassar legendaris yang mangkal di depan Perumahan BPS. Seperti diketahui khalayak warga Makassar, bahwa baroncong dipastikan penjualnya didominasi orang lokal. Betapa terkejutnya usai ngobrol-ngobrol ternyata menggunakan penjualnya logat jawa. Antusias, saya memberanikan diri bertanya nama dan asal penjual kue buroncong ini dan ternyata perantau dari Pare-Kediri, pertama sempat salah sangka berasal dari daerah Pare-Pare Makassar.

(dokpri/subhan)

Tentu warga Makassar tidak asing dengan jajanan khas satu ini, kue yang konon sudah ada sejak zaman nenek moyang kita dahulu hingga kini masih diminati. Bentuknya mirip kue pukis berbentuk setengah lingkaran. Sunardi mempelajari resep buroncong dari temannya antara lain tepung terigu, parutan kelapa, santan, gula pasir, soda kue dan garam secukupnya. 

Adapun pembuatan baroncong bahan dicampur menggunakan air dengan memanggang adonan diatas cetakan besi sebelumnya diolesi mentega agar tidak lengket saat diangkat lalau tutup supaya cepat matang, dibakar diatas bara api yang berasal dari kayu bakar. Saat sudah matang ditandai dengan mengembangnya adonan serta pinggirannya berwarna coklat, semakin coklat rada gosong sensasi parutan kelapa dan gurihnya santan kelapa lebih menggoyang lidah konsumen, congkel dari dalam cetakan menggunakan alat semacam gancu mungil.

(dokpri/subhan)

(dokpri/subhan)

“Penggunaan bahan bakar kayu akan lebih sedap di lidah dari pada menggunakan bahan bakar gas,” ujar Sunardi. Memang belum ada sumber yang menyebutkan kapan asal muasal kue tradisional pertama kali diproduksi oleh masyarakat Sulawesi Selatan.

Buroncong terasa mantap dinikmati selagi hangat, gurih, legit berasal dari kelapa berbur dengan manisnya gula di buroncong. Dalam bahasa indonesia lazim disebut pancong, pukis. Penjualnya menggunakan gerobak dorong, ada yang dimodifikasi dengan sepeda agar bisa dikayuh, ada pula menggunakan kendaraan bermotor roda dua. Gerobak ini dilengkapi lemari kaca kecil untuk menyimpan baroncong yang sudah masak/matang, lalu dilengkapi sebuah ember tempat adonan buroncong berwarna putih dan encer, sedangkan tungku tempat cetakan dan pemanggangan adonan diempatkan dibagian depan.

(dokpri/subhan)

Biasanya kalau saya membeli memilih buroncong yang baru dipanggang, sembari menunggu matang dari pada mengambil yang berada dalam lemari penyimpanan tadi, soalnya rasanya lebih nendang saat masih panas. Urusan harga Sunardi mematok Rp. 2000 untuk tiga biji kue baroncong. Setelah saya rasakan hasil olahan orang jawa tidak kalah sedap dari penjual penduduk lokal, asal halal sekaligus ditekuni semua jenis kerjaan bisa kerjakan. Pepatah mengatakan ala bisa karena terbiasa.

Sunardi penjual kue buroncong asal Pare Kediri sering mangkal di depan jalan poros masuk komplek perumahan tidak jauh dari tempat saya tinggal, jam 8.00 wita pagi sudah berjualan pulangnya tidak menentu tergantung ketersedian adonan kue baroncong. Ketika “ngidam” kue buroncong untuk saat ini saya tidak terlalu pusing disebabkan mangkal dekat kompleks Perumahan kami. Sunardi berkeinginan kembali menggeluti profesi sebagai penjual air tahu di bulan Ramadhan, tapi itu baru planing ke depan, katanya sembari sesekali senyum-senyum. Betul-betul ikhlas menjalani kerjaan tanpa menampakkan rasa kesal menjalani kerjaannya, meski sebenarnya suara hatinya menjerit akan beratnya beban hidup bagi kawulo alit.

Ketika suatu saat anda berkunjung ke Kota Makassar, tidak ada salahnya mencoba kudapan gurih khas Makassar harganya juga murah tapi tidak murahan ya?. Sangat pas sebagai sarapan pagi untuk bekal perjalanan keliling kota Makassar bahkan sngat klop sebagai cemilan bersantai di sore hari.

Terimakasih mas Sunardi, dengan bermandikan peluh akibat panasnya bara api juga telah sabar dan bersedia untuk diinterogasi sebagai bahan artikel inspiratif sebelum saya membeli kue baroncong olahannya, sekalipun berasal dari Kediri Jawa Timur.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline