Lihat ke Halaman Asli

Subhan Riyadi

TERVERIFIKASI

Abdi Negara Citizen Jurnalis

Dilema di Hari Sumpah Pemuda

Diperbarui: 28 Oktober 2016   08:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(sumber gambar: http://www.nusantarapost.com/)

Matinya sumpah pemuda kala para pemuda mencintai produk-produk asing, akibatnya produksi indonesia terasing di negeri sendiri.

Sumpah pemuda adalah salah satu tonggak utama dalam sejarah pergerakan kemerdekaan bangsa Indonesia. ikrar ini dianggap sebagai kristalisasi keringat semangat pemuda-pemudi untuk menegaskan cita-cita berdirinya negara Indonesia. Sumpah Pemuda adalah keputusan kongres pemuda kedua yang diselenggarakan dua hari 27-28 oktober 1928 di Batavia (Jakarta). Namun, sayang perjuangan pemuda saat ini seakan mati suri dalam situasi pelik lebih mencintai budaya asing. Anak-anak indonesia dijejali berbagai tontonan kompeni, berupa lagu asing, bergaya asing, film-film eropa yang memang menjanjikan akting penuh efek digital begitu memukau mata.

Matinya sumpah pemuda ketika prosedur lahirnya perjuangan rakyat indonesia ratusan tahun yang lalu terkoyak-koyak polah tingkah pemudanya sendiri. Adu domba masih ada, provokator meneror, korupsi semakin leluasa beraksi, narkoba diam-diam membawa petaka, pungli terselubung bernyali meskipun sang presiden akan membasminya, kayaknya statement presiden dianggap cuttonbut pengorek kuping yang telah lama tuli.

Ajaran-ajaran sesat merajalela hingga ribuan orang terbedaya oleh bujuk rayunya, ya...ajaran terbaru Kanjeng Dimas Taat Pribadi contoh konkrit matinya sumpah pemuda memperjuangkan kebenaran, nyawalah taruhannya. Membela yang membayar, yang salah dibenarkan, yang benar disingkirkan kejam nian pemuda bergelar Kanjeng ini. Sang Kanjeng boleh masuk dalam bui akan tetapi ajarannya tetap abadi coy!.

Sebuah dilema di hari sumpah pemuda, budaya dan sosiologis yang dialami bangsa indonesia ketika berhadapan dengan “penguasa” sekarang menjadi mesin pembunuh, arogan, indvidualis, vandalisme, segala masalah diselesaikan dengan orasi hingga berujung anarki. Itulah yang menjadi pemangku kebijakan di negeri ini tak bernyali dihadapan negara-negara adikuasa, kekuatan mengembalikan budaya asli indonesia seperti wayang kulit, wayang orang, reog ponorogo, tembang-tembang jawa, budaya Bugis-Makassar, Aceh hingga Papua seolah lupa oleh memimpin yang membebaskan begitu saja lagu/artis asing berbondong-bondong ke Indonesia, tidak cukup berhenti disitu saja artis-artis kita pun terbawa logat bahasa budaya kebarat-baratan (inggris/mandarin. 

Cukup diakui sih pihak asing begitu meninabobokan anak indonesia melalui dunia hiburan, fashion, artis-artisnya, sepakbola, hingga fasilitas teknologi informasi. Sebagai contoh jejaring sosial (WA, LINE, CACAOTALK, BEETALK, PATH) dan lain-lain, melupakan tegur sapa sesama manusia budaya warisan nenek moyang kita dulu. juga media sosial via internet kesemua itu atas fasilitas asing sekaligus memperkaya bebarapa pihak yang bernaung dibawahnya. Inikah cara pemuda sekarang memperingati hari sumpah pemuda, produk-produk generasi emas negeri ini seakan mati suri dibawah monopoli kapitalisasi penjajah.

Bukankah pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 memberi amanah, "Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan."

"Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur."

"Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya."

Mungkin kita pernah menghafal isi sumpah pemuda, termasuk saya juga. Ikrar Sumpah Pemuda dirumuskan menjelang sesi akhir kongres yang diselenggarakan di Jakarta, kala itu masih bernama Batavia. Cobalah Anda renungkan isinya. Kalau mungkin, hafalkan serta amalkan kembali isinya. Pada akhirnya kita kembalikan ke pribadi masing-masing "dalamnya lautan masih bisa diukur, dalamnya hati manusia siapa yang tahu".

Berikut teks asli Sumpah Pemuda, pada 28 Oktober 1928:

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline