Lihat ke Halaman Asli

Subhan Riyadi

TERVERIFIKASI

Abdi Negara Citizen Jurnalis

Cerita Dibalik Sengketa Teman vs Mantan Teman Ahok di Negeri Dongeng

Diperbarui: 28 Juni 2016   09:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 (sumber gambar: solopos.com)

“Dunia ini panggung sandiwara, ceritanya mudah berubah. Ada peran wajar ada peran berpura-pura, mengapa kita bersandiwara.”

(penggalan lagu yang dipopulerkan Alm. Nike Ardilla)

Dongeng, silang sengketa antara Teman AHOK versus Mantan Teman AHOK saling tohok, sementara para dayang-dayang berpesta pora menuai kesengsaraan. Buka-bukaan “borok” sedangkan BTP atau AHOK yang digadang-gadang calon independen teman AHOK, kini mulai tertindas banthinnya saat mendapat “bunga-bunga” berupa pinangan dari partai. Aksi “menjemput” satu juta KTP “milik” rakyat indonesia sampai menyentuh pelosok desa sudah terbilang target terpenuhi, meskipun belakangan para “mantan” teman AHOK pada berkicau merasa tertohok.

Apa yang terjadi atas singkapan tabir politik bobrok, kok kalian mau-maunya saling sikut, menggunting dalam lipatan, saling serang statement di media, betul-betul bagai "air didulang terpercik muka sendiri". Bukankah islam telah mengajarkan untuk menutupi aib saudara seiman, bukan malah buka aib, sama saja buak aib sendiri, melupakan kenalaran rasionalistis. Andai sosok itu terpilih, apakah dari sukarelawan ini ada yang beruntung?. Sebaliknya kegagalan terpampang nyata di depan mata, apakah dari sukarelawan ada jaminan akan di tengok oleh calon yang kita usung?

Secadas-cadasnya kalian berkoar-koar, hasilnya sama saja, tetap saja bobrok, sebab “borok sudah menjadi nanah”, amis dan memuakkan buat kesehatan jasmani dan rohani, selain itu generasi masa kini adalah sama-sama produk gagal dari kebiadaban negeri ini. Sebaiknya tidak perlu saling tuding mencari pembenaran. Semakin tua kok tingkahnya semakin kekanak-kanakan, atau mungkin semasa kecilnya kurang bahagia.

Atas aib tersebut diatas, sungguh miris menyaksikan politikus bermuka tebal beserta pengawal-pengawal gedhibal, kesana-kemari nongol di televisi to show only. Tidak peduli akan mengerasnya kerongkongan rakyat yang terlanjur berbau kemiskinan dan tidak berkesudahan, semakin tidak mampu membeli kehidupan itu sendiri dikarenakan daya beli rendah, sementara kebutuhan hidup kian mencekik leher. 

Kondisi seperti ini ibarat mobil mewah yang sedang mogok di tengah jalan, kaum marjinal secara bersama dipaksa mendorong mobil mogok tersebut, setelah kendaraan itu melaju kencang, maka di lupakannya para pendorongnya, ya? paling apes mendapat “upah” ucapan terimakasih terlontar dari mulut sang pengendara.” Akhirnya dibutuhkan second opinion untuk menyeragamkan visi misi, agar kondisi politik yang berbeda-beda tetap satu, tidak terongrong pada suatu kebobrokan elite politik partai. Dibutuhkan keberanian pemangku kebijakan agar tidak terjadi pertumpahan darah saling caplok memperebutkan kharisma AHOK.

AHOK memang memiliki kharisma mumpuni sampai-sampai sesama teman dibikin terkesima hingga saling menohok, mampu memutar balikkan keadaan, tadinya kawan kini menjadi lawan, sebelumnya lawan putar haluan menjadi kawan. Merupakan daya pikat tersendiri untuk meningkatkan rating publikasi atas gontok-gontokan dualisme teman dan mantan teman AHOK memperebutkan sesuatu hal yang absurd. Pepatah mengatakan bahwa di dunia ini “tidak ada teman abadi hanya kepentingan yang abadi."

Sistem politik kapitalis serta feodalis mengharuskan indonesia memiliki pemimpin bertangan besi secara absolut dan itu ada pada diri AHOK. Tapi sistem akar rumput bobrok porak-poranda, diisi orang-orang rakus kekuasaan, tapi ciut nyali ketika berhadapan dengan arogansi pimpinan diatasnya, sama saja bohong hanya berlaku pada level bawah berebut “pepesan kosong” menyulut perkelahian.

Lihatlah keindahan pelangi di langit yang biru, perbedaan tersebut terletak pada kombinasi warna saling tak terpisahkan, seperti warna  “merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila dan ungu” merupakan satu kesatuan dari perbedaan sehingga disebut pelangi. Tidak akan pantas disebut pelangi apabila hanya mempunyai satu atau tiga warna saja.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline