[caption caption="Dokumen Pribadi/Subhan"][/caption]“Ing Ngarso Sung Tulodo-Ing Madyo Mangun Karso-Tut Wuri Handayani”
Ing Ngarso Sung Tulodo artinya Ing ngarso itu didepan/dimuka, Sun berasal dari kata Ingsun yang artinya saya, Tulodo berarti tauladan. Jadi makna Ing Ngarso Sung Tulodo adalah menjadi seorang pemimpin harus mampu memberikan suri tauladan bagi orang-orang disekitarnya. Sehingga yang harus dipegang teguh oleh seseorang adalah kata suri tauladan.
Ing Madyo Mangun Karso, Ing Madyo artinya di tengah-tengah, Mbangun berarti membangkitan atau menggugah dan Karso diartikan sebagai bentuk kemauan atau niat. Jadi makna dari kata itu adalah seseorang ditengah kesibukannya harus juga mampu membangkitkan atau menggugah semangat. Karena itu seseorang juga harus mampu memberikan inovasi-inovasi dilingkungannya dengan menciptakan suasana yang lebih kodusif untuk keamanan dan kenyamanan.
Demikian pula dengan kata Tut Wuri Handayani, Tut Wuri artinya mengikuti dari belakang dan Handayani berati memberikan dorongan moral atau dorongan semangat. Sehingga artinya Tut Wuri Handayani ialah seseorang harus memberikan dorongan moral dan semangat kerja dari belakang. Dorongan moral ini sangat dibutuhkan oleh orang – orang disekitar kita menumbuhkan motivasi dan semangat.
Jadi secara tersirat Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mbangun Karso, Tut Wuri Handayani berarti figur seseorang yang baik adalah disamping menjadi suri tauladan atau panutan, tetapi juga harus mampu menggugah semangat dan memberikan dorongan moral dari belakang agar orang-orang disekitarnya dapat merasa situasi yang baik dan bersahabat. Sehingga kita dapat menjadi manusia yang bermanfaat di masyarakat.
Era moderen kepemimpinan seperti saat ini luntur tidak kentara sudah langka, wujudnya hanyalah otoriter, siapa dekat dia dapat siapa menentang dia ditendang atau like dislike. Dalam kepustakaan pemimpin seperti itu lebih tepat disebut jagoan.
Sekarang ini figure pemimpin “begawan” pasti akan mendapatkan sentimen negatif dari kaum “hipokrit” sebagai bentuk protes. Bahaya laten datangnya selalu hadir dari kalangan sendiri alias tangan kanan menebar rumor fiktif sehingga menyebabkan kerisauan sosial melalui perbuatan dan kata-kata serupa, guna menjatuhkan nama baik figur pemimpin manusia setengah dewa.
Sekiranya bagaimana wujud Kepemimpinan Indonesia masa depan? Demokrasi Birokrasi yang didambakan pun selalu dijejali interupsi yang mencelakakan, yakni godaan kepemimpinan berorientasi sentralistik, yang lebih simpel dan efektif pengendaliannya, namun mengandung limbah Koruptif, Kolusif, dan Nepotisme (KKN) berpotensi menghancurkan Kesatuan Republik Indonesia.
[caption caption="Dokumen Pribadi/Subhan"]
[/caption]Sudah dulu dech, saya hanya seorang bawahan pada salah satu lembaga pemerintah, tidak begitu loyal terhadap atasan, yaa..sebisa mungkin kalau ada tugas dari pimpinan dikerjakan secakapnya, bertanggungjawab, serta melaporkan hasilnya secara faktual, tidak merekayasa demi sebuah “sanjungan.” Senada dengan Muhammad Sobary “Tak ada orang yang betul-betul loyal pada atasan. Manusia-manusia itu hanya loyal pada diri mereka sendiri. Tak mengherankan, mereka bukan hanya tak berbuat sesuatu, melainkan bisa jadi malah sebaliknya: menjerumuskan.” (Demokrasi Ala Tukang Copet-hlm. 48) tidak ada niatan menggurui, katakan saja ini CURHAT. Nggak kok, saya juga lagi belajar dari berbagai referensi juga belajar ilmu kepepet sama mbah googgle selagi mampu bersin dan bernafas, sangat bersyukur sekali. Amin...
Kepemimpinan ala Ki Hajar Dewantoro semoga menjadi bekal berharga kepada kita sebagai pemimpin. Sanggupkah idealis kepemimpinan ala Ki Hajar Dewantoro dirumuskan kembali dalam format kepemimpinan republik yang kini di design untuk menghargai kemajemukan, hak asasi manusia, kepastian hukum dan kesejahteraan bawahan secara menyeluruh?
[caption caption="Dokumen Pribadi/Subhan"]
[/caption]Pamungkas mengutip kalimat dari buku “SIAPA YANG BOSS” Karya Sofjan Sudardjat “Pemimpin harus membuat segala sesuatunya menjadi benar, berjuang untuk memenuhi tugas dan kewajibannya serta menyelesaikan tugas-tugasnya tanpa berpura-pura (hlm.68).”