Lihat ke Halaman Asli

Mengintip Bolehkah?

Diperbarui: 26 Juni 2015   16:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

21 April 20101.
Masih dihari yang sama dikamar 167 tempatku menginap (yang pernah aku ceritakan disini Anak Bukan Properti) aku dan ketiga ibu yang koor menangis waktu melihat berita tentang Marcel. Kembali dikejutkan oleh berita yang disuguhkan oleh salah satu channel tv. Penaristreaptease, berita yang diangkat waktu itu.

Yang membuat kami terkejut adalah penyajian berita tersebut yang ‘terlalu’ mengekspose penari tersebut dari apa, siapa, kapan, dimana, mengapa, dan bagaimana sepak terjang mereka juga menshoot langsung adegan si Penari ketika hendak menanggalkan baju yang dikenakannya satu-persatu, dan menampilkan siluet tariannya yang aduhai.

Tidak sadarkah awak media bahwa mereka menampilkan hal yang tidak mengindahkan etika? Padahal khalayak belajar secara sosial dari media. Dalam teori social learning disebutkan bahwa khalayak belajar macam-macam melalui media dengan cara melakukan observasi atau pengamatan dan kemudian meniru apa yang diamatinya itu. Sederhananya sikap atau perilaku yang ditampilkan media membuat orang belajar untuk bersikap atau berperilaku sama seperti media.

Harusnya sebagai media masa hendaknya mereka memiliki self censor untuk menjaga dan melindungi publik dari siaran yang merusak. Tidak sadarkah bahwa mereka sedang menularkan virus voyuerisme? salah satu isu yang sudah tidak asing lagi dibahas dalam ranah ilmu komunikasi.

Voyuerisme adalah kesenangan (seksual) yang diperoleh dengan cara mengamati atau mengintip orang lain. Dalam hal ini media menjadi voyueristic dengan cara ‘mengintip’ aktifitas si penari streaptease tersebut dan dengan alasan “kepentingan publik” yang padahal terkadang jargon ini dipakai untuk menjual sesuatu demi kepentingan media. Karena berita sensasional selalu mengundang khalayak untuk ingin tahu (sehingga media pun laris). Akhirnya media mengekspose tanpa mengindahkan aspek etis (pantaskah aktivitas penari streaptease walaupun hanya siluetnya saja disajikan di depan publik?).

sebenarnya bukan cuma pada tayangan itu, tayangan gosip dan semisalnya yang berhubungan dengan public figure juga mengajarkan hal yang sama tidak mengindahkan etika.

Padahal dengan demikian khalayak juga belajar bahwa aspek etika dan kepantasan memang bukan hal penting yang harus diperhatikan. Ketika media memasuki wilayah pribadi, khalayak juga beranggapan bahwa itu bukan pelanggaran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline