Lihat ke Halaman Asli

Perang Dagang As-China Kembali Memanas

Diperbarui: 19 September 2018   15:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Perang Dagang - Tribunnews.com

Perang dagang antara dua negara dengan perekonomian terbesar di dunia, yakni Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok, kembali memanas. Presiden AS Donald Trump pada hari Senin 17 September 2018 kembali mengumumkan bahwa akan mengenakan tarif impor baru sebesar 10%.

Kenaikan tarif impor ini berlaku untuk beberapa produk senilai USD200 miliar atau sekitar IDR2.978 triliun asal China rencananya akan efektif per tanggal 24 September 2018.

Berbeda dengan kenaikan sebelumnya, kenaikan tarif impor kali ini lebih menargetkan barang-barang konsumsi yaitu aneka peralatan elektronik dan alat-alat rumah tangga.

Tuduhan serius akan adanya sejumlah kebijakan dan praktik dagang tidak adil (unfair trade policy) yang dilakukan oleh China menjadi dasar keputusan kenaikan bea masuk tersebut diambil oleh Amerika Serikat.

Hasil proses Section 301 yang dilakukan oleh United States Trade Representative (USTR) menyimpulkan bahwa China telah melakukan sejumlah kebijakan dan praktik dagang yang tidak adil, terutama terkait dengan teknologi dan kekayaan intelektual AS.

Tindakan negeri tirai bambu tersebut dinilai memberikan dampak negatif bagi kesejahteraan ekonomi AS dalam jangka panjang.

Perang dagang akan memberikan pengaruh buruk terhadap global supply chain, khususnya pada negara-negara Asia yang memiliki hubungan dagang yang cukup tinggi dengan Tiongkok.

Dampak akhirnya adalah penurunan pertumbuhan ekonomi negara-negara di kawasan Asia, termasuk Indonesia. Indonesia sendiri memiliki hubungan perdagangan yang cukup tinggi dengan AS dan Tiongkok.

Diperkirakan perang dagang AS-China akan terus memberikan tekanan eksternal yang cukup besar bagi perekonomian Indonesia sampai dengan akhir tahun 2018.

Ekonomi Indonesia tahun ini diprediksi tumbuh sebesar 5,16% dengan pertumbuhan ekspor 7,5%, lebih rendah dari capaian tahun sebelumnya yang sebesar 9,18%. 

Defisit neraca transaksi berjalan (CAD) diprediksi akan melebar dari 1,7% ke 2,4% dari PDB seiring dengan performa ekspor yang kurang baik, cadangan devisa yang menyusut dari USD130 miliar ke USD113 miliar, dan nilai tukar Rupiah akan berada pada level IDR14.635 per USD di akhir tahun ini.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline