Lihat ke Halaman Asli

pipit maharani

Mahasiswa Universitas Jember, Perencanaan Wilayah dan Kota

Kartu ATM, Mediator Dana Perimbangan

Diperbarui: 18 April 2020   11:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Indonesia adalah salah satu negara yang menganut prinsip desentralisasi, yang merupakan prinsip yang bertujuan untuk memberikan kekuatan sebuah negara dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, baik itu Provinsi atau kabupaten/kota, dengan didasarkan pada otonomi daerah atau menggunakan prinsip otonomi. Salah satu dasar penggunaan prinsip desentralisasi ini adalah bahwa ia perlu menerapkan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Perimbangan keuangan merupakan aturan atau sistem yang digunakan untuk membagi keuangan secara adil, proporsional, demokratis, transparan, serta bertanggungjawab dalam rangka melakukan pendanaan terkait desentralisasi yang didasarkan pada pertimbangan potensi dan kondisi dan kebutuhan daerah. Hal ini sesuai dengan yang sudah disebutkan dalam UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan. Secara sederhana, perimbangan keuangan dimaksudkan sebagai sistem yang dijalankan pemerintah dalam rangka mencapai pendanaan pembangunan di kawasan yang sudah ditentukan dengan adil, transparan, demokratis, dan bertanggung jawab yang dilakukan oleh pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, dalam hal ini pemerintah kabupaten/kota atau pemerintah provinsi. 

Adapun tujuan dari perimbangan keuangan adalah penciptaan transparansi, terutama dalam aspek keuangan yang melibatkan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, untuk mengurangi kesenjangan fiskal, yaitu kesenjangan kesenjangan kondisi ekonomi pemerintah yang dapat diubah dengan meningkatkan atau mengurangi penerimaan dan pengeluaran pemerintah, antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, untuk menciptakan keseimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah dan antara pemerintah daerah.

Era pasca reformasi, banyak contoh kebijakan yang berkaitan dengan penyeimbangan, salah satunya adalah penyediaan bantuan, yang keduanya subsidi dan non subsidi untuk objek tertentu. Pada waktu itu juga pemerintah daerah yang belum mampu memberikan pembiayaan di kawasan ini semata-mata bergantung pada PAD, yaitu pendapatan asli daerah. Hal ini terjadi karena dalam pasca reformasi pendapatan asli daerah yang dimiliki oleh beberapa daerah di Indonesia masih tergolong kecil, sehingga belum mampu mendanai beberapa perkembangan di daerah tersebut. Inilah yang membuat pemerintah daerah pada waktu itu sangat bergantung pada bantuan atau pengalihan dana dari pemerintah pusat.

Ada beberapa prinsip yang berkaitan dengan perimbangan keuangan di Indonesia. Yang pertama adalah keseimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah adalah subsistem sistem keuangan negara yang dijalankan sebagai konsekuensi dari pembagian tugas antara pemerintah dan pemerintah daerah. Hal ini terjadi karena pemerintah menganut prinsip desentralisasi. Kemudian yang kedua adalah neraca keuangan adalah sistem yang kompleks dalam rangka pendanaan yang berkaitan dengan pengembangan konstruksi berdasarkan prinsip desentralisasi, prinsip Dekonsentrasi, serta prinsip tugas pembantu.

Selain itu, menurut UU No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan pemerintah daerah Pasal 10 dari dana balance, pemerintah pusat telah menganggaskan dana neraca yang ditujukan kepada pemerintah daerah yang tercantum setiap tahunnya dalam anggaran negara. Dana pemerataan dibagi menjadi tiga, yaitu dana hasil, dana alokasi Umum dan dana alokasi khusus. Dana bagi hasil adalah dana yang berasal dari pendapatan APBN yang didistribusikan ke wilayah berdasarkan jumlah yang telah diperkirakan oleh pemerintah pusat. 

Dana hasil bumi dan bangunan pajak (PBB), tanah dan bangunan hak (BPHTB) dan pendapatan dari sumber daya alam. Kemudian dana alokasi umum. DAU adalah dana anggaran yang bertujuan untuk melakukan distribusi adil kemampuan keuangan antar wilayah yang bertujuan untuk mengurangi ketidaksetaraan kemampuan antar-regional dengan menerapkan formula atau formulasi yang mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerah. Yang terakhir adalah dana alokasi khusus. DAK merupakan dana penyeimbang yang bertujuan membantu membiayai kegiatan khusus di daerah yang merupakan urusan lokal dan yang sesuai dengan prioritas nasional. Selain itu, DAK juga bertujuan untuk membiayai kebutuhan sarana dan prasarana dasar masyarakat di daerah yang sebagian besar belum mencapai standar tertentu.

Sebagai contoh studi kasus yang berkaitan dengan neraca keuangan, terutama di Indonesia, yaitu Studi Kasus Dana Perimbangan "Fee" Rp 1,3 Milliar Berbentuk Kartu ATM. Disampaikan bahwa kasus ini terjadi di Balikpapan yang dimana Mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Balikpapan mengaku telah menyerahkan uang dengan jumlah yang cukup besar yaitu Rp 1,3 Miliar kepada pegawai Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementererian Keuangan melalui buku tabungan dan ATM dengan perjanjian akan menghancurkan bukti transaksi apabila uang telah dicairkan. 

Adapun maksud dan tujuan dengan adanya jumlah uang yang diminta dilakukan untuk penggunaan "dana operasional dari Jakarta" yang digunakan agar dapat menjamin Dana Insentif Daerah (DID) yang akan dialokasikan untuk Kota Balikpapan dengan total dua kali lipat. Namun sangat disayangkan, sebelum permintaan terpenuhi, adanya pergeseran DID menyebabkan mau tidak mau permintaan harus segera diberikan sehingga Mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Balikpapan melakukan upaya pinjaman guna memenuhi dana operasional yang berhasil didapatkan dari dua orang yang dikenal dengan jumlah pinjaman masing-masing adalah Rp 680 juta sehingga total pinjaman yang diterima adalah Rp 1,36 Miliar. 

Setelah pemindahan uang pinjaman telah berhasil dilakukan, nasib dari buku tabungan dan ATM atas nama pemberi dana pinjaman mengalami pemblokiran dari pihak bank sebab adanya penyelidikan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam hal ini, Yaya Purnomo didakwa dengan menerima gratifikasi sebesar Rp 3.700.000.000. Yaya juga didakwa dengan menerima 53.200 dolar Amerika Serikat dan 325.000 dolar Singapura. 

Menurut Jaksa, Yaya dan Rifa surya sebagai pelayan Kemenkeu telah memanfaatkan posisinya untuk memberikan informasi kepada para pejabat daerah. Informasi tersebut terkait dengan penyediaan anggaran, baik dana alokasi khusus (DAK) maupun regional Incentive Fund (DID). Menurut isu yang beredar, Yaya dan Rifa surya menerima uang dari para pejabat Kabupaten mengenai informasi yang diberikan. Menurut Jaksa, Yaya diterima gratifikasi diduga terkait delapan pengajuan anggaran.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline