Lihat ke Halaman Asli

pipit maharani

Mahasiswa Universitas Jember, Perencanaan Wilayah dan Kota

UU Pajak Perusahaan Digital Harus Direvisi

Diperbarui: 12 April 2020   12:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Pajak menjadi salah satu instrumen yang diharapkan bisa menggenjot perekonomian Indonesia. Menurut Undang-Undang, pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terhutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan UU, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 

Sesuai dengan peraturan yang ada atau undang-undang tentang perpajakan, setiap perorangan atau badan instansi pasti akan dikenai pajak.  Dan menurut yurisdiksi pemungutan pajak terdapat 3 azas dalam pemungutan pajak :

  • Azas domisili, dimana negara yang berhak untuk melakukan pemungutan pajak adalah negara domisili dari orang yang wajib pajak
  • Azas kebangsaan, menjelaskan bahwa negara yang berhak untuk melakukan pemungutan pajak adalah negara yang sesuai dengan kewarganegaraan wajib pajak
  • Azas sumber, menjelaskan bahwa bahwa negara yang berhak untuk melakukan pemungutan pajak adalah negara yang menjadi sumber penghasilan

Indonesia telah menerapkan ketiga azas tersebut, namun masih terdapat celah badan atau instansi yang menghindari pemungutan pajak tersebut. Seperti perusahaan-perusahaan digital global. Tidak dapat dipungkiri dengan kemajuan teknologi yang semakin pesat, perusaahan-perusahaan mendirikan usaha dengan tidak adanya keadaan fisik perusahaan tersebut. Dengan tidak adanya wujud fisik perusahaan pemerintah memutar otak bagaimana cara menarik pajak perusahaan tersebut. Google, Facebook, dan Twitter merupakan contoh dari perusahan digital yang selalu menghindari pemungutan pajak.

Di Indonesia tidak dapat dihindari bahwa hampir seluruh masyarakat setiap hari akan mengkonsumsi yang bernama aplikasi google. Google, siapa yang tidak mengenal mesin pencari terbesar didunia ini. 

Didalam google semua bisa terakses, kita bisa mencari data-data maupun informasi-informasi yang kita butuhkan dengan mudah. Dengan hanya bermodalkan paket data dan koneksi yang memadai kita bisa mengakses google. 

Tidak hanya bisa mencari data atau informasi, google juga bisa memberikan kita hiburan ketika kita membutuhkannya yaitu dengan mengakses yang bernama youtube. 

Selain youtube, terdapat juga akses untuk berkirim pesan atau email dengan menggunakan aplikasi bernama gmail. Cukup lengkap memang fitur-fitur yang ditawarkan oleh google. Google juga menawarkan bagi siapa saja yang ingin bekerja sama dengan menempatkan usaha mereka digoogle melalui iklan-iklan.

Namun, siapa sangka perusahaan sebesar google, sering menghindari penarikan pajak. Indonesia ternyata tidak sendirian dalam hal ini, banyak negara-negara lain yang mengeluh akibat perbuatan google yang selalu saja menghindar akan pajak yang dikenakan. 

Negara-negara besar seperti Inggris, Italia, Australia dan Spanyol juga merupakan negara yang sudah gerah mengejar-ngejar google agar sadar akan tanggungan untuk membayar pajak. Dirjen pajak telah berusaha untuk menarik pajak google. 

Pada April 2016 dirjen pajak Indonesia meminta agar perusahaan google memebentuk badan usaha tetap atau BUT. Namun, pada bulan Juni terjadi penolakan pihak google Asia Pasifik untuk membentuk badan usah tetap. 

Mereka menganggap bahwa hanya sia-sisa belaka jika membentuk badan usaha tetap, karena kantor pusat mereka tidak berada di Indonesia. Pemerintah  Indonesia akhirnya melakukan pemeriksaan terhadap perusahaan mesin pencari terbesar ini, namun lagi-lagi pihak google tidak menerima baik dan menolak untuk diperiksa oleh dirjen pajak. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline