(Artikel ini ditulis sebagai tugas koneksi antar materi modul 2.3 Pendidikan Guru Penggerak Angkatan 11)
Mempelajari materi tentang coaching pada modul 2.3 Pendidikan Guru Penggerak mengingatkan saya kembali kepada kekuatan kodrat anak yang saya pelajari pada modul 1.1 Pendidikan Guru Penggerak, saya ingat bahwa setiap murid memiliki potensi masing-masing yang unik yang harus dikembangkan secara optimal sebagai manusia merdeka, manusia merdeka berarti mereka memiliki kemandirian dalam menemukan solusi dari setiap masalah yang sedang atau kelak mereka jalani. Keterampilan coaching yang dilakukan guru berperan menuntun segala kekuatan kodrat (potensi) tersebut agar murid dapat tumbuh dan sejahtera (well-being) baik sebagai individu maupun sebagai kelompok masyarakat.
Kenapa harus coaching? Pada modul 2.3 saya belajar bahwa keterampilan komunikasi yang dibangun dengan pendekatan coaching dijalankan berdasar sistem among, sistem among mengandung maksud mengasuh dan membimbing serta memberdayakan potensi yang ada pada murid. Dalam trilogi Ki Hadjar Dewantara kita mengenal "Tut Wuri Handayani" yang berarti di belakang memberi dorongan, saya kira arahnya sangat jelas memiliki kesamaan bahwa peran guru memberi dorongan atau pengaruh untuk memberdayakan apa yang sebenarnya ada pada murid, saya setuju bahwa dalam konteks ini maupun secara umum bahwa murid pada akhirnya harus mandiri dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan potensi-potensi dan kekuatan dirinya masing-masing tidak atas bantuan guru maupun pihak lain.
Dalam sesi elaborasi saya tertarik dengan pernyataan instruktur tentang "coaching is teaching", tentu keduanya memiliki definisi, pendekatan dan fokus yang berbeda, tetapi dalam hal memberdayakan potensi, saya setuju bahwa prinsip coaching memiliki peran luar biasa dalam pengembangan individu serta dapat dimanfaatkan di dalam pendekatan teaching yang menjadi tanggung jawab seorang guru. Dalam konteks pendidikan, maka peran pendekatan coaching dapat diuraikan sebagai berikut: 1) coaching sebagai salah satu proses untuk menuntun belajar murid mencapai kekuatan kodratnya. 2) seorang guru sebagai coach memberikan tuntunan melalui pertanyaan-pertanyaan reflektif agar kekuatan kodrat terpancar melalui diri coachee (murid). 3) guru sebagai coach memiliki peran yang sangat penting dalam menciptakan kenyamanan bagi murid sebagai coachee melalui keterampilan berkomunikasi dengan baik sehingga bisa menumbuhkan rasa empati, saling menyayangi, menghormati dan menghargai antara guru dan murid.
REFLEKSI COACHING DALAM PROSES PEMBELAJARAN MODUL 2.3
Pengalaman yang luar biasa bagi saya memahami pendekatan coaching pada proses pembelajaran kali ini, melalui tahap ruang kolaborasi dan demontrasi kontekstual saya dapat belajar mempraktikan pendekatan coaching dalam pengembangan kompetensi guru dalam melaksanakan tugasnya, ada beberapa hal yang saya pelajari dan praktikan dalam mempelajari keterampilan coaching yaitu prinsip, kompetensi, alur dan teknik RASA melalui praktik sebagai coach dan coachee pada tahap ruang kolaborasi dan sebagai observer pada tahap demontrasi kontekstual.
Prinsip coaching terdiri dari 1) kemitraan, 2) proses kreatif, dan 3) memaksimalkan potensi. Adapun kompetensi inti coaching terdiri dari 1) kehadiran penuh, 2) mendengarkan aktif, dan 3) mengajukan pertanyaan berbobot. Dalam hal mengajukan pertanyaan berbobot, kita dapat mempraktikan melalui teknik RASA, teknik RASA merupakan akronim dari Receive (menerima) Appreciate (memberikan apresiasi) Summarize (membuat kesimpulan) dan Ask (menanyakan). Sementara dalam melaksanakan percakapan coaching saya belajar menggunakan alur percakapan TIRTA yaitu akronim dari, 1) Tujuan, percakapan merujuk pada tujuan yang jelas yang disepakati bersama; 2) Identifikasi, tahap ini coach mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat mengidentifikasi masalah, akar masalah, kekuatan dan kelemahan, serta kondisi riil yang dihadapi dan kondisi ideal yang ingin dicapai; 3) adalah Rencana, tahap ini percakapan diarahkan pada membuka kemungkinan rencana-rencana yang dapat diaplikasikan serta pemilihan rencana solusi yang terbaik menurut potensi yang ada; dan 4) adalah Tanggung Jawab, dimana percakapan diarahkan pada persetujuan komitmen dan tanggung jawab dalam melaksanakan rencana yang sudah diplih. Keempat hal ini harus digunakan oleh coach dalam proses mendampingi coachee sehingga percakapan memiliki arah dan tidak meluas.
Dalam pelaksanaan praktik dibeberapa kesempatan tersebut, saya merasa termotivasi untuk menerapkan pendekatan coaching meski memang muncul kekhawatiran tidak mampu menerapkan prinsip dan kompetensi coaching dengan baik, tetapi kekhawatiran tersebut terkikis sedikit-sedikit, saya menyadari bahwa kesempurnaan keterampilan coaching khususnya dalam supervisi akademik akan terasah melalui pengalaman, tugas saya hanya belajar dan secara kontinyu mempraktikannya dalam berbagai kesempatan. Menurut saya hal yang sudah baik dilakukan adalah penerapan alur TIRTA dalam percakapan, alur yang sederhana dan mudah untuk dipelajari sehingga tahapan dapat dilakukan dengan tepat, sementara yang paling sulit adalah menerapkan pengajuan pertanyaan berbobot dalam kompetensi coaching, padahal melalui pertanyaan berbobotlah kita dapat memaksimalkan potensi yang dari coachee, saya rasa kemampuan tersebut harus terus diasah melalui peningkatan kompetensi yang lain yaitu kehadiran penuh dan mendengarkan aktif, dengan kompetensi kehadiran penuh dan mendengarkan aktif maka pertanyaan berbobot dapat terpikirkan oleh coach dan diajukan pada coachee.
PERAN COACH DI SEKOLAH DAN KETERKAITANNYA DENGAN MATERI SEBELUMNYA
Sebagai guru di sekolah yang memerankan diri sebagai coach, tentu yang dibangun adalah upaya kemitraan baik bersama murid maupun dengan rekan sejawat yang lain sebagai coachee untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif. Pendekatan coaching dapat digunakan sebagai bentuk komunikasi pembelajaran yang mengarah pada ruang kebebasan (merdeka) murid dan guru untuk menemukan kekuatan yang ada pada dirinya dan dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Pendekatan coaching pada murid dapat dilakukan pada sesi pembelajaran secara individu di dalam kelas maupun sesi pembinaan di luar pembelajaran, sementara pendekatan coaching pada guru dapat dilakukan pada proses supervisi atau observasi pembelajaran, maupun secara khusus dalam percakapan choacing di luar agenda supervisi atau observasi. Memahami pendekatan coaching dalam supervisi akademik membantu kita sebagai guru mengefektifkan upaya pengembangan kompetensi baik pribadi maupun rekan sejawat (dalam supervisi) dengan memberdayakan kemampuan atau potensi yang dimiliki oleh pribadi masing-masing guru. Selain dapat menciptakan kolaborasi yang baik, hal ini tentu dapat meningkatkan kepercayaan diri untuk secara mandiri berpikir kreatif dan solutif pada permasalahan-permasalahan lain yang kelak akan dihadapi.