Lihat ke Halaman Asli

Pipiet Senja

TERVERIFIKASI

Hongkong Central Library: Perpustakaan Canggih Impian Kaum Kutu Buku

Diperbarui: 26 Juni 2015   14:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada kesempatan mengunjungi Hongkong Central Library di kawasan Causeway Road, kesan pertama yang kutangkap adalah kemewahan dan kecanggihan sebuah perpustakaan nasional yang diimpikan banyak orang, terutama kaum kutu buku. Waktu itu hari Senin, hari kerja, kupikir takkan banyak orang yang datang. Sebagaimana sering kulihat di perpustakaan nasional milik kita yang terletak di kawasan Matraman.

Buka mulai pukul 09.00, setengah jam sebelumnya pun ternyata sudah banyak orang mengantri dengan tertib. Tak ada yang berani main serobot apalagi selonongan. Mulai dari kakek-nenek, kungkung-bobo, encim-encim anak-anak balita sebaya cucuku, baris di kiri-kanan, sampai ada empat barisan. Ada beberapa petugas berseragam yang sigap mengatur, adakalanya hanya dengan gerak tangan dan isyarat, jika ada orang bule atau asing yang hendak masuk.

Begitu diperbolehkan masuk, maka bruuuuuulllll!

Saya diantar seorang perantau yang menginap di rumah singgah sementara milik DD Dhuafa, kasusnya diinterminit alias dipecat majikan. Dia sedang menunggu extend visa, harus menyeberang dulu ke Macau atau China, demikian aturan hukum yang berlaku di Hong Kong.

“Kita foto-foto dulu, ya Teteh,” ajaknya agar mejeng beberapa saat di depan air mancur.

Gedung megah itu bertingkat 10 dengan fasilitas serba modern seperti; komputer lengkap dengan scan dan printer, WIFI, laptop pun tampak di beberapa sudut, deretan buku dengan koleksinya yang aduhai, serta sudut-sudut spesial bagi anak-anak.

“Woooow!” decakku tak kuasa menahan rasa takjub. Kapan, ya, ada yang beginian di Jakarta, Depok…, oke, Jakarta sajalah!

Namun, saya tahu juga bahwa minat baca bangsa Indonesia sungguh masihlah sangat minim. Di perpustakaan kampus-kampus favorit pun sering kali kunampak sepi dari pengunjung.

Kami berjalan wara-wiri, lantai satu, lantai dua, lantai tiga, lantai empat… bisa dengan lift bisa juga dengan eskalator.

“Di mana koleksi buku asal Indonesia?” tanyaku kepada seorang petugas.

Ia segera membawaku ke satu sudut. Sayang sekali, bukan buku-buku karya bangsaku yang tampak, melainkan hanya beberapa majalah terbitan Jakarta, dan beberapa eksemplar tabloid serta koran Ibukota. Ya, sungguh bukan berupa buku, bukan!

Teringat di Beudok Singapore, cukup banyak karya para sastrawan Indonesia di sana, termasuk karya para penulis dari Forum Lingkar Pena. Jadi bertanya-tanya, apakah tak ada upaya dari pihak kita untuk memajang karya anak bangsanya di Hong Kong Central Library?

Padahal, kaum perantau atau nakerwan Indonesia di negeri beton ini, hatta, sudah mencapai 135.000!

Karena tak ada karya anak bangsaku, saya jadi malas melanjutkan wara-wirinya, balik kanan saja dengan perasaan yang sungguh; iri euy!

Pertanyaan itu terus melingkar-lingkar di benakku; mengapa, mengapa,mengapa... Tak adakah satu saja karya bangsaku yang nyantol di sini?

Nah, ada yang bisa menjawab keheranan saya?

(Pipiet Senja, Haven Street, Hong Kong)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline