Dari aneka pemberitaan terbaca jelas bahwa kita sedang menjamu kenyataan yang mencabik nurani oleh virus hedonisme yang terus mewabah, menjangkiti figur publik dan varian kebijakan publik yang memasung nalar. Kita kaget dengan kebaruan ini.
Salah satunya tentang instruksi masuk sekolah jam 05.00 pagi. Kebijakan parsial ini dilontarkan oleh Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat menjadi fokus karena melenggang viral bahkan mengukir sejarah cemerlang.
Tinta emas itu tercoret dalam lembar sejarah dari Nusa Tenggara Timur untuk dunia tentang terselenggaranya aktivitas pendidikan terpagi di dunia. Walaupun amanat itu hanya diberlakukan dibeberapa sekolah SMA di Kupang, NTT (CNBC Indonesia, Jumad 03/03/2023).
Sorak sanjungan itu keharusan sebagai motivasi. Kritikan diperbolehkan sebagai pembenahan. Tak luput pula analisis mengenai keterkaitan kebijakan dengan manuver politik pun dimungkingkan sehingga terbit kecerahan.
Perkara Sekolah Jam 05.00 pagi
Aktualisasi kebijakan bersejarah ini tentunya mempromosikan kebiasaan. Meski terobosan ini merobek kemapanan, membongkar tata kultur akut namun asa menjadi gairah utama yang menggiring kita pada tapal batas pencapaian. Itu cita-cita luhur.
Namun kedisiplinan tetap pada pola pembentukan ekstrenal. Upaya ini tidak menjamin peningkatan kualitas pendidikan atau mengakarnya karakter pengetahuan dalam diri siswa. Bila gagal akan terjerambab dalam robotisasi pendidikan.
Bahaya robotisasi secara langsung mengusung kematian kreativitas dan mendulang kemandekan pertukaran ilmu serta mendekap kemajuan pengetahuan. Apalagi setiap tahapannya absen akan nilai yang menjadi panduan dasar generasi beraklak kelak.
Untuk itu, walaupun kehendak baik pemerintah untuk membaharui carut marutnya pendidikan di NTT namun suatu kebijakan tidak boleh mengingkari kebijkasanaan praktis. Maksudnya suatu putusan yang memberi rasa keadilan untuk semua.
Sayangnya, kebijakan ini diimplementasi hanya untuk beberapa sekolah di Kupang. Apakah NTT hanya Kupang. Apakah sekolah di NTT hanya SMA VI. Apakah ini cerminan suatu putusan yang diskriminatif? Entahlah.