Lihat ke Halaman Asli

Viator Henry Pio

Fakta : Proyek Agung Pikiran dan Kata

Sastra, dari Penceritaan Menuju Pencitraan

Diperbarui: 17 Mei 2020   09:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi dari Pixabay.com

Pada suatu kesempatan, seorang senior berkata dengan kalimat mengajak; "bagaimana kalau kita membuat suatu majalah sastra". Majalah itu, tidak bermaksud untuk menunjukan bahwa kita adalah penulis. Tidak pula untuk tujuan finansial tetapi hanya bermaksud menyelamatkan karya-karya teman-teman yang tercecer.

Setelah merenungkan tawaran senior, saya kemudian menyanggupkan diri dalam pembuatan majalah itu. Dan terbitan pada edisi pertama memuat karya teman-teman yang sangat unik dan menarik. Ada berbagai ekspresi positif dan kekaguman dari teman-teman ketika membaca kembali isi pengalaman hidup mereka.

Dari sanalah, saya akhirnya mengerti bahwa hidup ibarat sebuah buku dengan aneka coretan memori dan utopia yang harus direnungkan, dibenahi dan dikejar dengan perjuangan.

Saya mengerti bahwa keutuhan hidup sebenarnya suatu perpaduan yang dibangun dari setiap pecahan-pecahan kisah yang tercecer. Setiap kisah terakumulasi berdasarkan kenyataan tentang perjumpaan. Dan perjumpaan selalu digerakan kesadaran yang terikat pada relasi sehingga membentuk kultus keterkaitan.

Panorama perjumpaan memuat keterikatan yang mengharuskan kita untuk menyapa dalam keanekaan "wajah". Kehadiran "wajah" memenjarakan dan menarik kita untuk mengeratkan hasrat.

Kita tak pernah bisa mengela karena setiap kehadiran mengungkung dan menggugat kita untuk berpihak, barkata dan bersaksi tentangnya. Berpihak berarti gerakan yang tercebur ke "dalam" dan "keluar" membawa nilai edukatif untuk kepentingan hidup.

Disini salah satu instrumen pedagogis yang menghubungkan ketercerawutan kisah dalam bingkai pemahaman yang harmoni adalah bahasa. Bahasa mendemonstrasikan kisah dengan mengusung kata-kata. Bahasa sebagai medium penyatuan.

Bahasa menangkap arti kehadiran sekaligus mengungkap nilai keberadaan. Kehidupan memberikan "bekas" yang terfragmentsi dalam serpihan-serpihan kisah. Bekas menjadi rujukan utama dalam menginterpretasi dan menguak nilai.

Menurut Paul Ricoeur, menafsir adalah soal creative imagination of the possible, sebuah imajinasi yang mampu menangkap "dunia makna baru" untuk memahami realitas kekinian manusia dan memahami kehidupan manusia melalui "yang lain" serta memahami kemanusiaan dan semesta di "luar" manusia melalui diri manusia. Dan subjek matter-nya adalah bekas pengalaman atau kebenaran tentang kehidupan.

Sekali lagi, bekas menghadirkan tanda dan melalui bahasa tanda bisa dimengerti dan bermakna. Bahasa memiliki keistimewaan karena mampu menelanjangi sisi paling dalam suatu bekas kehidupan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline