Lihat ke Halaman Asli

Payung Hukum Taksi Online Disempurnakan, Ini Kisi-kisinya

Diperbarui: 18 Februari 2017   20:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Taksi Online (Sumber: Liputan6.com)

Taksi online. Orang-orang lebih 'familiar' dengan sebutan 'Grab' atau 'Uber'. Terakhir 'Go Car'. Siapa tidak kenal dengan istilah angkutan umum berbasis teknologi informasi (TI) yang bisa dipesan melalui aplikasi di telepon pintar. 'smartphone'.

Kalau bicara soal tarif, 'Grab' mungkin lebih digemari. Nominal biayanya statis. Berbeda dengan 'Uber' yang bergantung perhitungan kondisi jalan. Macet. Tapi kalau jalanan lancar, layanan jasa ini menawarkan harga lebih murah.

Lalu, bagaimana dengan 'Go Car'? Saya pribadi belum pernah menggunakan layanan jasa taksi online ini. Soalnya, saat saya coba memesan, tarif yang tertera di aplikasi, relatif lebih mahal di banding kedua kompetitornya.

Namun ketiga angkutan umum modern ini punya kesepakatan sendiri untuk menyesuaikan waktu pemesanan. Jam sibuk, pasti lebih tinggi tarifnya. Tapi berapa biaya 'Uber', 'Grab' dan 'Go Car' ? Tetap berbeda-beda.

Tergantung lagi pada jarak tempuhnya. Ada yang memulai harga dengan Rp 3.500 sampai Rp 5.000 per kilometer pertama. Entahlah bagaimana, agak 'jelimet' memang. Pun saya tak tahu pasti berapa 'argo buka pintu' ketiganya. Belum lagi bila ada promo.

Tarif menjadi salah satu dari beberapa hal menarik pada taksi online. Banyak yang bertanya-tanya soal keuntungan penyedia layanan jasa ini, belum lagi pajaknya, KIR atau uji berkala kelayakan kendaraan, pool dan bengkel.

"Ini untungnya darimana yah mobil-mobil angkutan online ini?" kata mertua saya di tengah perbincangannya dengan driver ketika pertama kali saya ajak naik 'Grab'. Spontan, saya langsung berselancar di internet mencari tahu jawaban tersebut. Spekulatif. Tapi masuk akal.

Tapi kali ini, saya sedang tak ingin mengurai lebih jauh soal keuntungan 'Grab', 'Uber' dan 'Go Car'. Tapi soal akan adanya regulasi dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) terkait transportasi publik berbasis online ini.

Jadi, belum lama ini, pemerintah mendapat masukan dari sejumlah pihak terkait taksi online seperti
Persatuan Driver Online, Organda, dan Paguyuban Pengemudi Angkutan Darat mengenai regulasi untuk taksi online.

Pemerintah telah mengatur keberadaan taksi online dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Perhubungan No. 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Tidak Dalam Trayek. Dalam perkembangannya muncul kritik-kritik atas kebijakan ini.

Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi sendiri yang menggagas perlunya penyempurnaan atas peraturan tersebut. Karena itu, dilakukanlah uji publik pada Jumat (17/2) siang tadi. Tujuannya meminta masukan masyarakat agar payung hukum ini nantinya mengakomodir semua pihak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline