Puluhan tiang pancang monorail berjajar memanjang di Jalan Rasuna Said Kuningan Jakarta. Bila melintas dari arah Menteng menuju Mampang Prapatan, pasti terlihat rentetan pondasi yang akan digunakan sebagai prasarana angkutan massal itu, mangkrak.
Tidak ada pekerja lalu lalang di sana. Padahal tonggak-tonggak di sana, belum sempurna berdiri. Bahkan, tak semua dilapisi beton. Bagaimana solusi atas monorail ini? Proyek yang ‘groundbreaking’-nya pada Oktober 2013, dan katanya akan selesai 2017?
Presiden Joko Widodo (Jokowi) kemudian pada 9 September 2015 lalu meresmikan pembangunan kereta ringan, atau dikenal dengan Light Rail Transit (LRT) dengan rute Jakarta – Bogor – Depok - Bekasi di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur.
Apakah tidak takut pemerintah membuat program LRT ini, sedangkan monorail saja gagal berjalan? Jangan-jangan, nanti program LRT ini juga ikut-ikutan mangkrak. Bisa semakin banyak nanti hiasan jalan di Ibu Kota yang berbentuk tiang pancang tak selesai.
Tapi kabarnya sih, tiang pancang bekas calon monorail di sejumlah ruas jalan Jakarta ini akan dimanfaatkan untuk menunjang proyek LRT. Jadi ‘fix’ tidak ada lagi monorail. Giliran MRT. Berhasil kah? Saya cukup optimis ini berjalan sesuai rencana.
PT Adhi Karya Tbk telah menargetkan progres pengerjaan LRT Jakarta-Bogor-Depok-Bekasi tahap I mencapai 40 persen di akhir tahun ini. Sekarang, memang masih 12 persen. Rinciannya, Cawang-Cibubur (19,18 persen), Cawang-Dukuh Atas (1,21 persen) dan Cawang-Bekasi Timur (6,95 persen).
Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengatakan kalau pembangunan konstruksi LRT sepanjang 43,3 kilometer itu akan rampung Desember 2018, dan baru akan beroperasi Mei 2019. Untuk proyek ini, dirinya yakin tak akan berhenti di tengah jalan.
Sebelumnya, pelaksanaan proyek LRT ini memang sempat terkendala karena diduga masalah biaya. Hal ini jelas membuat pemerintah berusaha putar otak agar bisa mencari solusi atas pembangunan dengan nilai investasi sekitar Rp 23 triliun tersebut.
Beberapa hal penting yang memerlukan keputusan terkait LRT Jabodebek, Menhub menjelaskan, adalah perlu adanya alternatif pembiayaan pembangunan LRT Jabodebek di luar APBN. Misal, pembiayaan 100 persen melalui investasi sinergi BUMN.
Selain itu, bisa juga pembiayaan 50 persen APBN dan 50 persen investasi sinergi BUMN. Selain itu, juga dibutuhkan ketersediaan listrik sebesar 100 MVA pada April 2019. Wah, agak ribet deh,
Eits, tapi itu cerita lama. Sekarang, proyek pembangunan LRT akhirnya beres. Bahkan, memiliki jaminan untuk tidak mangkrak setelah Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan PT Adhi Karya Tbk resmi meneken kontrak pembangunan kereta ringan Jabodetabek ini.