Lihat ke Halaman Asli

Blaise Pascal Pernah Tinggal di Pasar Minggu

Diperbarui: 26 Juni 2015   15:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku berani jamin, pelajaran yang paling dibenci mati-matian oleh orang yang cenderung memakai otak kanan adalah pelajaran berhitung. Seperti aku, rasanya otak ini macet sepanjang sepuluh kilometer. Tapi ada juga orang-orang yang jatuh cinta pada rumus-rumus, pada soal-soal rumit, dan pada teori-teori membingungkan. Mereka akan penasaran dan tahan berjam-jam untuk memecahkan soal-soal seperti itu. Dan ada juga orang yang sepanjang hidupnya selalu dapat nilai minim untuk urusan hitung- menghitung, tiba-tiba berubah menjadi ahli hitung paling jempol se- republik ini.

Di pojok gang sempit di bilangan Pasar Minggu aku menyaksikan calon ahli matematika bertebaran. Mereka layaknya mahasiswa jurusan matematika sedang berusaha mati-matian memecahkan soal-soal kalkulus yang disodorkan Profesor botak depan belakang. Kawan, rupanya mereka sedang memecahkan kode Togel. Semua teori mereka keluarkan. Mereka layaknya Blaise Pascal dan Pierre de Fermat yang berdiskusi untuk menemukan teori yang dikemudian hari dikenal dengan nama teori peluang, atas permintaan Chevalier de Mere penjudi kelas kakap di Prancis sana. Ya, judi tak lebih pertaruhan antara mimpi dan peluang. Tapi disitulah godaannya. Sekali menang, ingin terus, sekali kalah, kedua kalah, penasaran. Pascal-Pascal baru bermunculan di sudut Pasar Minggu.

Kalau Blaise Pascal mengutak-atik angka untuk memenangkan judi Chevalier de Mere murni dengan angka dan logika, Blaise Pascal Pasar Minggu mengkombinasikan angka, logika, mitos dan mimpi-mimpi malam sebelumnya. Kombinasi yang sempurna, namun seringkali gagal total.

Di sepanjang gang itu berderet pedagang-pedagang kecil, ada penjual VCD bajakan, Bakso, Sticker, Bordiran, Buku bajakan, Poster, Warteg, juga salon yang semua karyawannya banci. Merekalah Pascal-pascal yang aku ceritakan tadi. Tapi yang paling bertanggung jawab terhadap semua ini adalah seorang perempuan setengah baya yang selalu menawarkan mimpi dengan menjual kupon togel kepada mereka. Soal keamanan, mereka tidak usah khawatir, ada oknum polisi nakal yang setia melindungi mereka.

Tapi aku selalu berpikiran positif, siapa tahu mereka kelak akan menemukan sebuah teori baru. Demi kemajuan ilmu pengetahuan. Kemudian bertobat. Sebab seperti kata Rhoma Irama, Judi, Teeet… meracuni kehidupan…. Ya…mereka telah teracuni…racun yang gurih dan nikmat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline