Lihat ke Halaman Asli

Pinky Nur Annisa

Sastra Indonesia Universitas Pamulang

Feminisme: Apakah Janda Selalu Hina? Dalam Buku Kerudung Merah Kirmizi

Diperbarui: 29 Mei 2022   15:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Akhir-akhir ini marak pembahasan mengenai feminisme. Terlebih lagi semenjak di sahkannya RUU-TPKS. Dan, melalui Kerudung Merah Kirmizi karya Remy Sylado, novel yang terbit tahun 2002 ini kita dapat mengulik bagaimana feminisme dalam karya sastra.

Berlatar kan masa orde baru, dimana dikisahkan seorang janda bernama Myrnati Monika atau yang lebih terkenal dengan nama panggungnya Myrna Andriono yang memiliki dua anak dan harus menjalankan kehidupannya yang bergejolak seperti ramalan im-yang, yang juga di jelaskan pada novel ini.

Myrna yang kerap di rendahkan oleh tetangganya yang bahkan juga sesama wanita hanya karena profesinya sebagai penyanyi malam di hotel berbintang dan sering menggunakan gaun yang glamor dan riasan. Myrna juga tak luput dari fitnahan seolah-olah Myrna adalah wanita lajang yang kerap bermain dengan pria. Dapat dilihat jika dalam kehidupan masyarakat wanita sering sekali dihakimi hanya dari penampilan, terlebih Myrna terpaksa bekerja di malah hari meski kenyataannya pekerjaan yang digelutinya hanya sekedar menyanyi saja. Tetapi, masyarakat sering sekali seenaknya menilai perempuan sembarangan jika melihat mereka pulang di malam hari tanpa tahu kebenarannya.

Tidak hanya Myrna, tokoh Shinta yang merupakan adik ipar Mirna yang kebetulan tidak memiliki suami dan memiliki banyak teman pria juga kena fitnah oleh orang lain. Pandangan orang terhadap wanita yang memiliki banyak teman pria sering sekali dianggap negatif. Seharusnya wanita dapat berteman dengan siapapun selama melakukan hal yang tidak melenceng dari norma-norma. Namun, yang terjadi wanita malah digosipkan hal yang buruk jika memiliki banyak teman pria.

Selain Myrna dan Shinta tokoh Dela Hastuti yaitu tokoh yang memiliki sifat ambang, ia sebetulnya baik namun ia telah terjerat kepada keburukan karena ia tak memiliki kekuasaan. Awalnya ia adalah anak angkat dari om-Nya namun setelah dewasa ia di jadikan budak oleh om-Nya. Adiknya juga menyebutkan ia adalah "ponakan, penekan, dan penaikan dari om-Nya tersebut". Ia tak memiliki kekuasaan karena mau tak mau harus mematuhi om-Nya yang tak memiliki hati tersebut walau akhirnya ia mati di tangan om-Nya.

Begitulah pembahasan tentang Novel Kerudung Merah Kirmizi karya Remy Sylado lewat pendekatan Feminisme Sastra. Buku ini merupakan buku yang sangat bagus bahkan menjadi pemenang hadiah Sastra Khatulistiwa 2001-2002. Sangat direkomendasikan untuk membaca terutama mereka yang sudah berusia 18 tahun. Banyak pelajaran-pelajaran berharga yang membuat kita melihat apa yang kerap terjadi di dunia luar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline