Lihat ke Halaman Asli

Sepotong Debu dari Negeri Timur

Diperbarui: 21 Februari 2017   12:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Mazar-i-Sharif, 1997.

Tanah di negeri ini berselimut debu, dan angin kering bertiup dengan kencang. Sejauh mata memandang terpajang lukisan muram yang digores dengan dosa-dosa manusia. Nyawa wanita, anak-anak, ataupun orang tua tidak pernah lebih mahal dari sekeranjang buah kurma. Kemanusian sudah lama lepas dari lidah manusia, lenyap bersama cerita-cerita kuno mengenai suatu masa dimana gelak tawa berdering di penjuru kota.

Ada suatu waktu ketika bocah kecil dengan riang bermain layang-layang tanpa takut kakinya hancur menginjak ranjau atau kepalanya bolong tersambar peluru. Udara kota dipenuhi harum kebab daging sapi yang menggoda, bukan bau anyir mayat yang bergelimpangan tak terurus. Orang tua dapat tidur dengan nyeyak tanpa perlu resah ketika bangun nanti akan menemukan salah satu rumah tentangganya hancur dihantam roket. Dan debu yang datang dari timur membawa kehangatan musim panas, bukan membisikan berita kematian yang mencekik.

Bila kau berpijak di suatu titik paling tinggi di negeri ini, maka kau akan mendengar sebuah dunia asing yang menangis kesakitan. Telingamu akan menangkap bunyi letusan, teriakan, kepanikan, tembakan, ledakan bom, tangisan seorang ayah, tangisan seorang ibu, tangisan seorang anak serta kata-kata tuhan yang disalahgunakan. Baik kaum bersorban ataupun berwajah pucat, mereka sama-sama bertanggung jawab atas matinya negeri ini.

---

Masih terekam jelas di kepalaku pemandangan itu. Pemandangan yang tak akan pernah aku lupakan seumur hidup.

Mereka muncul berbondong-bondong menunggangi pick up yang di belakangnya terpasang senjata kelas berat. Wajah mereka disembunyikan sorban, sehingga tidak jelas rupa sebenarnya para pembunuh itu. Debu bergelimpangan di udara digasak roda-roda yang melintasi kota dengan angkuh. Belasan kendaraan roda empat  berhenti sesuai posisi dan para penungganya turun sambil meneriakkan kata-kata suci yang terdengar kotor. Senapan meletus-letus dan kepanikan terjadi begitu saja.

Mereka mengobrak-abrik kota dengan peluru yang diterbangkan kemana saja. Memasuki rumah secara paksa sambil menodongkan senapan kesegala arah. Beberapa dari mereka memasuki rumahku, mengobrak abrik apa saja yang ditangkap mata. Mereka menyeret kedua orang tuaku dengan paksa, bahkan memukuli ibuku yang sedang mengandung. Aku dan kakaku tidak bisa berbuat apa-apa, mereka menempelkan ujung AK-47 di dahi kami berdua. Kami hanya bisa menyaksikan segalanya terjadi begitu saja.

Kaum bersorban itu menyeret kedua orang tuaku beserta ratusan penduduk lain ke daerah terbuka seolah mereka sedang memulai pertunjukan. Orang-orang yang beruntung hanya bisa menyaksikan dari jauh sambil menangis, berteriak, atau meminta ampun pada siapapun yang mendengarkan. Mereka membariskan calon korbanya sambil meneriakkan kata-kata yang tidak aku mengerti. Ketika itu, mataku bertemu dengan mata ibuku yang berselimut air mata. Segaris senyum tergores di wajahnya. Senyum perpisahan yang paling kubenci.

Orator itu selesai berbicara dan pertunjukkan dimulai. Tanpa belas kasih, mereka memberondong korbannya dengan lusinan peluru besi. Letusan-letusan senapan masih bergema ditelingaku. Bau mesiu dan darah masih tercium sampai bertahun-tahun lamanya. Lukisan sadis itu akan terpajang dibenaku seumur hidup. Dan begitulah orang tuaku pergi bersama ribuan Hazara lainnya. Pergi bersama adikku yang belum sempat aku kenal.

Menjadi yatim piatu ketika masih bocah bukanlah hal yang langka di negeri ini. Hampir semua anak seusiaku tidak punya orang tua. Seperti Ali yang kehilangan orangtuanya ketika sebuah roket jatuh di atas masjid. Atau Amir yang harus berpamitan dengan ayahnya ketika bom bunuh diri meledak 100 meter dari rumahnya. Dan yang paling klise adalah ranjau darat. Menginjak ranjau darat adalah cara mati paling membumi di tanah ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline