Lihat ke Halaman Asli

Ketika Fiksi Bukan Lagi Sekadar Untuk Bersenang-senang

Diperbarui: 22 November 2015   16:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Saat ini fase yang saya capai dalam menulis fiksi (yang hasilnya sungguh-sungguh mencengangkan karena jauh sekali dari kata bermutu) sampai pada level sekadar untuk bersenang-senang saja. Puisi mutunya ambyar. Cerpen apalagi! Semuanya nggak lebih dari kumpulan kata-kata yang entah apa maknanya. Yang penting membebaskan imajinasi. Yang penting memaksa otak untuk bekerja supaya nanti tak mengalami pikun dini. Membaca karya fiksi juga begitu. Sekadar untuk bersenang-senang memanjakan mata, otak, dan imajinasi.

Akibatnya apa? Semua definisi istilah-istilah kepenulisan fiksi jauh sekali dari benak saya. Puisi itu apa? Embuh, ya yang kayak gitu itu lho... Terus, cerpen? Cerita pendek, titik. Cerbung? Cerita bersambung, selesai. Novelet? Cerita bersambung yang dijadikan satu. Novel? Lebih panjang daripada novelet. Flash fiction? Cerita pendek yang pendek sekali. Sudah. Cuma sampai di situ itu pemahaman saya.

Lha sedudul itu kenapa masih juga nekad menulis fikai? Jawabannya kembali lagi ke paragraf awal. Cuma sekadar bersenang-senang. Hobi. Hidup ini sudah ruwet kenapa harus dibikin lebih ruwet lagi dengan memikirkan hakikat dan segala macam teori tentang fiksi? Nulis ya nulis saja, walaupun untuk itu saya memberlakukan syarat untuk diri sendiri.

Buat saya yang penting detil fiksi itu meskipun imajinatif tidak ngawur, meskipun khayal tapi tetap masuk akal, meskipun tidak masuk akal tapi tetap bisa dimaafkan karena siapa sih yang bisa membendung imajinasi dan fantasi seorang penulis? Selain itu, akan lebih baik kalau enak dibaca. Dalam artian minim typo dan tetap berpegang pada kaidah menulis yang baik dan benar sesuai EYD.

Lalu hubungannya dengan judul artikel opini ini? Nah... Ini nih! Saya ternyata mendapati bahwa menulis fiksi bukan hanya sekadar bersenang-senang ketika nekad ikut event fikber alias fiksi bersama. Untungnya (kalau masih boleh bilang untung), saya masuk pasukan lumayan aman (menurut saya) karena ada di bagian ketiga. Masih awalan, perkenalan, belum boleh klimaks. Jujur, buat saya bikin klimaks suatu cerita itu adalah bagian paling berat karena di situlah bom suatu cerita diletakkan.

Dicemplungkan ke genre horor oleh Desol pada awalnya sudah bikin stress sendiri. Gimana enggak? Saya dari genre cinta menye-menye kok dijebloskan ke horor??? Bukan berarti genre menye-menye itu kastanya di bawah genre lainnya (karena tiap genre pasti ada kesulitannya sendiri-sendiri), tapi namanya berubah haluan ke lain genre itu kayak orang biasa denger musik klasik mendadak disuruh nyanyi lagunya Rhoma Irama. Kayak orang biasa nge-rock tahu-tahu disuruh nyemplung di klenengan gendhing Jawa. Kayak orang biasa main wayang orang tahu-tahu disuruh ludrukan.

Berhenti sampai di situ stressnya? Enggaaak!!! Kenapa? Karena ternyata yang mengawali rangkaian fikber genre horor ini adalah Desol sendiri! Tahu Desol kan??? Yang fiksinya super ciamik? Yang "sadis"? Yang calon fiksianer terkaporit? Yang... (silakan isi sendiri sekehendak hati asal baunya positif). Nah... Yang bisa saya bilang ke diri sendiri cuma : kapok koen! (kapok lu!). Terus saya mundur gitu? Ya enggaklah... Nggak ada dalam kamus saya. Kecuali dengan alasan kesehatan kayak teman yang sudah ngomporin saya untuk ikut event ini.

Dan stress terus berlanjut, karena penulis kedua pun bisa dengan suksesnya menambah horor buat saya yang harus menuliskan lanjutannya. Buat saya horornya jadi kuadrat. Kesempatan saya hari Jumat kemarin untuk menuliskan lanjutannya baru ada pada sore hari. Menjelang maghrib, mulai gelap, sendirian pula di rumah! Selesai menulis tidak saya baca ulang karena wegaaah... enggaaan... emoooh... merindiiing... Editing baru saya lakukan menjelang tayang besok paginya (hari Sabtu). Hasilnya? Yaaa gitu deeeh...

Itu sudah hasil maksimal yang bisa saya capai. Mutunya entah, tayangnya tidak lewat deadline, lumayan minim typo, ada yang berbaik hati membacanya, ada juga yang berhati malaikat dengan kasih vote, banyak juga yang sudah dengan tulusnya meluangkan waktu untuk meninggalkan jejak berupa komentar. Saya mengucapkan banyak terima kasih untuk itu.

Adanya event fikber atau fiksi bersama ini tak pelak memberi manfaat lebih bagi pesertanya untuk lintas genre, belajar memahami kerangka pikir penulis sebelumnya, dan memberi kesempatan bagi penulis berikutnya untuk mengeluarkan kemampuannya secara maksimal. Yang nggak pernah kedengaran namanya kayak saya ini juga bisa numpang mejeng sebentar (alias numpang ngetop) dan berinteraksi dengan penulis lainnya yang lebih ciamik.

Dan setelah menemukan bahwa fiksi temyata tak hanya sekadar untuk bersenang-senang, maka saya akan kembali bersenang-senang dengan menikmati rangkaian fiksi bersama berbagai genre yang masih akan terus tayang hingga bagian penutup nanti. Kenapa bersenang-senang dulu sekarang? Karena masih ada masanya stress, mumet, memeras otak, dan jungkir balik nyungsep kayang lagi ketika menuliskan bagian penutup pada hari ke-15 nanti.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline